27 Oktober 2009

MARK ZUCKERBERG





KISAH SUKSES MARK ZUCKERBERG
MILIARDER TERMUDA PENGGAGAS FACEBOOK.COM






Sahabat pernah mendengar situs jaringan pertemanan Friendster & Facebook??

Konon, melalui situs tersebut, banyak orang-orang yang lama tak bersatu, bisa kembali bersatu, reunian, dan bahkan berjodoh. Karena itulah, situs pertemanan itu beberapa waktu lalu sempat sangat popular. Karena itu, tak heran jika setelah era suksesnya Friendster, berbagai situs jaringan pertemanan bermunculan. Salah satunya adalah Facebook.

Facebook ini sebenarnya dibuat sebagai situs jaringan pertemanan terbatas pada kalangan kampus pembuatnya, yakni Mark Zuckerberg. Mahasiswa Harvard University tersebut-kala itu-mencoba membuat satu program yang bisa menghubungkan teman-teman satu kampusnya. Karena itulah, nama situs yang digagas oleh Mark adalah Facebook. Nama ini ia ambil dari buku Facebook, yaitu buku yang biasanya berisi daftar anggota komunitas dalam satu kampus. Pada sejumlah college dan sekolah preparatory di Amerika Serikat, buku ini diberikan kepada mahasiswa atau staf fakultas yang baru agar bisa lebih mengenal orang lain di kampus bersangkutan.



Pada sekitar tahun 2004, Mark yang memang hobi mengotak-atik program pembuatan website berhasil menulis kode orisinal Facebook dari kamar asramanya. Untuk membuat situs ini, ia hanya butuh waktu sekitar dua mingguan. Pria kelahiran Mei 1984 itu lantas mengumumkan situsnya dan menarik rekan-rekannya untuk bergabung. Hanya dalam jangka waktu relatif singkat-sekitar dua minggu, Facebook telah mampu menjaring dua per tiga lebih mahasiswa Harvard sebagai anggota tetap.

Mendapati Facebook mampu menjadi magnet yang kuat untuk menarik banyak orang bergabung, ia memutuskan mengikuti jejak seniornya, Bill Gates memilih drop out untuk menyeriusi situsnya itu. Bersama tiga rekannya Andrew McCollum, Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes Mark kemudian membuka keanggotaan Facebook untuk umum.

Mark ternyata tak sekadar nekad. Ia punya banyak alasan untuk lebih memilih menyeriusi Facebook. Mark dan rekannya berhasil membuat Facebook jadi situs jaringan pertemanan yang segera melambung namanya, mengikuti tren Friendster yang juga berkembang kala itu. Namun, agar punya nilai lebih, Mark pun mengolah Facebook dengan berbagai fitur tambahan. Dan, sepertinya kelebihan fitur inilah yang membuat Facebook makin digemari. Bayangkan, Ada 9.373 aplikasi yang terbagi dalam 22 kategori yang bisa dipakai untuk menyemarakkan halaman Facebook, mulai chat, game, pesan instan, sampai urusan politik dan berbagai hal lainnya. Hebatnya lagi, sifat keanggotaan situs ini sangat terbuka. Jadi, data yang dibuat tiap orang lebih jelas dibandingkan situs pertemanan lainnya. Hal ini yang membuat orang makin nyaman dengan Facebook untuk mencari teman, baik yang sudah dikenal ataupun mencari kenalan baru di berbagai belahan dunia. 




Sejak kemunculan Facebook tahun 2004 silam, anggota terus berkembang pesat. Prosentase kenaikannya melebihi seniornya, Friendster. Situs itu tercatat sudah dikunjungi 60 juta orang dan bahkan Mark Zuckerberg berani menargetkan pada tahun 2009 ini, angka tersebut akan mencapai 250 juta anggota.

Dengan berbagai keunggulan dan jumlah peminat yang luar biasa, Facebook menjadi ‘barang dagangan' yang sangat laku. Tak heran, raksasa software Microsoft pun tertarik meminangnya. Dan, konon, untuk memiliki saham hanya 1,6 persen saja, Microsoft harus mengeluarkan dana tak kurang dari US$ 240 juta. Ini berarti nilai kapitalisasi saham Facebook bisa mencapai US$15 miliar! Tak heran, Mark kemudian dinobatkan sebagai miliarder termuda dalam sejarah yang memulai dari keringatnya sendiri.



Niat Mark Zuckerberg untuk sekadar‘menyatukan' komunitas kampusnya dalam sebuah jaringan ternyata berdampak besar. Hal ini telah mengantar pria yang baru berusia 23 tahun ini menjadi miliarder termuda dalam sejarah. Sungguh, kejelian melihat peluang dan niatan baiknya ternyata mampu digabungkan menjadi sebuah nilai tambah yang luar biasa. Ini menjadi contoh bagi kita, bahwa niat baik ditambah perjuangan dan ketekunan dalam menggarap peluang akan melahirkan kesempatan yang dapat mengubah hidup makin bermakna. 



fheisal zulmi













........

25 Oktober 2009

fheisal zulmi




Goodbye Facebook, Welcome Twitter ?


Fenomena merebaknya jejaring sosial maya atau virtual social networking silih tumbuh berganti. Friendster dan MySpace yang sempat jadi candu masyarakat dunia, kini mulai ditinggalkan seiring kemunculan Facebook. Social networking yang dibangun oleh Mark Zuckerberg itu kini telah berhasil mengajak sekitar 250 juta orang untuk bergabung didalamnya.

 

Ada fenomena lebih menawan disamping jumlah penggunanya. Dulu pengguna Facebook adalah remaja-remaja tanggung, tetapi kini kelompok terbesar yang menjadi anggota Facebook adalah para wanita di atas usia 55 tahun, bahkan anggota yang umurnya antara 45 sampai 65 tahun terus bertambah, melebihi para ABG berusia 13-17.

250 juta orang sungguh bukan angka yang kecil. Bandingkan saja dengan penduduk Indonesia, angkanya jelas lebih besar dan berpotensi terus menanjak. Konon asset Facebook mencapai 15 miliar dolar AS, yang diperkirakan berasal dari perusahaan-perusahaan pengelola dana dan pasar sekunder dimana saham-saham milik karyawan diperjualbelikan.

Namun, ada tangisan sesal dibalik valuasi asset 15 miliar dolar AS yang tersirat dari investasi 240 juta dolar AS yang dibenamkan Microsoft untuk mendapatkan 1,6 persen saham Facebook pada Oktober 2007. Valuasi ini menyurut gara-gara resesi finansial global.

 

Sebagai raksasa jejaring sosial maya, Facebook kini menghadapi ancaman yang tidak ringan. Uniknya ancaman itu datang bukan dari lawan yang sepadan. Twitter yang dikenal sebagai microbloging perlahan tapi pasti, eksistensinya mulai menggerus popularitas Facebook. Dalam banyak hal Twitter itu antitesis dari Facebook, yaitu sebuah komunitas tersebar yang mengerjakan satu hal sederhana yang dijembatani cara-cara dan kemungkinan-kemungkinan yang maha luas.

Secara tampilan, Twitter jauh lebih sederhana dan simple dibanding Facebook. Tapi jangan salah, rupanya tampilannya yang sederhana dan akses update yang super cepat, membuat situs-situs share populer maupun perusahaan-perusahaan besar lebih suka update dengan Twitter.

Dimata Facebook, kelebihan yang dimiliki Twitter dianggap cukup membahayakan. Karena itu Mark Zuckerberg dan kawan-kawan tengah memodifikasi 2 fitur penting yang disebut-sebut menjiplak Twitter. Fitur yang dimaksud itu adalah ‘Connects me as a fan’ yang mirip fungsinya dengan followers pada Twitter. Pengguna akan diberikan notifikasi tertentu ketika seorang temannya mengaktivasi fitur tersebut. Diyakini fitur ini akan dapat membantu dan menguntungkan pengguna Twitter dalam menikmati Facebook.

Modifikasi lainnya, yakni perubahan nama halaman ‘All Friends’ menjadi ‘All Connections’. Perubahan yang terlihat mungkin kecil, tetapi dengan begitu perbedaan antara Facebook Profiles dan Facebook Pages menjadi nyaris tidak ada. Keunggulan fitur baru ini adalah kemampuannya menambah Facebook Page ke dalam friend list, yang artinya memungkinkan berita-berita terbaru dari user maupun grup masuk ke halaman update Anda.

Mampukah Twitter menggilas Facebook ? Memang agak berbeda pasarnya, kalau Twitter lebih spesifik ke microblogging, jadi fasilitas utamanya adalah mengupdate post atau status. Adapun Facebook lebih kompleks, jejaring sosial dengan segala fasilitasnya, aplikasi, chatting, gift, poke, dan lain sebagainya. Untuk di Indonesia, Facebook tampaknya masih akan digandrungi, sebab di Twitter belum dilengkapi fitur foto. Maklum masyarakat kita kebanyakan dikenal suka tampil, kalau tidak dibilang narsis.

 

19 Oktober 2009






Senin, 19 Oktober 2009 | 03:34 WIB

Barangkali tidak ada Yahudi yang membuat sewot Israel selama 60 tahun terakhir, kecuali Yahudi asal Afrika Selatan, Richard Goldstone. Dia memimpin tim pencari fakta PBB soal serangan Israel di Jalur Gaza, 27 Desember 2008-18 Januari 2009. Tim itu menuduh Israel melakukan kejahatan perang.

Perang tersebut menewaskan 1.400 warga Palestina dan mencederai 5.000 lebih warga.

Hasil laporan tim pimpinan Goldstone itu membuat Israel, Palestina, dan bahkan masyarakat internasional terperangah antara mengutuk dan memuji.

Goldstone adalah hakim berkulit pulit asal Afrika Selatan berdarah Yahudi yang lahir pada 26 Oktober 1938. Ia memiliki seorang istri, dua anak perempuan, serta lima cucu. Dia meraih gelar sarjana hukum dengan nilai istimewa dari Universitas Witwatersrand, Johannesburg, tahun 1962.

Goldstone memulai karier sebagai pengacara di Afrika Selatan dan ditunjuk sebagai hakim agung pada Mahkamah Agung di era pemerintah apartheid. Ia memimpin penyidikan kekerasan politik pemerintah apartheid.

Saat menjabat sebagai Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela juga menunjuk Goldstone sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi, 1994-2003. Goldstone juga dipercaya menjadi anggota tim penyusunan konstitusi baru Afrika Selatan pada masa itu. Dia pernah memimpin komite pelaksana peralihan kekuasaan dari pemerintah apartheid ke demokrasi dan meluncurkan undang-undang yang melemahkan pemerintah apartheid.

Ia kini tercatat sebagai Ketua Lembaga Nasional Pencegahan Kejahatan dan Program Rehabilitasi Pelaku Kriminal. Goldstone juga memimpin Dewan HAM Afrika Selatan dan memimpin dalam 25 tahun terakhir ini lembaga persahabatan Universitas Hebrew di Afrika Selatan.

Di luar Afrika Selatan, Goldstone dipercaya sebagai jaksa Mahkamah Internasional yang bertugas melakukan penyidikan soal kejahatan perang di Yugoslavia dan Rwanda dari tahun 1994 hingga 1996. Ia juga anggota komite internasional yang dibentuk Pemerintah Argentina untuk menyelidiki aktivitas Nazi di Argentina pada 1938. Sejak 1999 hingga 2001, Goldstone memimpin tim penyidik internasional di Kosovo.

Pada tahun 2004, Sekjen PBB Kofi Annan menunjuk Goldstone memimpin proses penyidikan kasus korupsi berkaitan dengan program minyak dengan bantuan pangan di Irak pada era Saddam Hussein. Goldstone dikenal rajin menulis artikel tentang hukum internasional di berbagai media dan jurnal internasional. Ia pernah menjadi profesor tamu di Universitas Harvard dan New York.

Ancaman pembunuhan

Tugas paling sulit adalah ketika dia ditunjuk memimpin tim pencari fakta di Jalur Gaza. Kisahnya, pada 12 Januari 2009, Dewan HAM PBB mengeluarkan resolusi mengutuk agresi Israel di Jalur Gaza.

Israel dituduh melakukan kejahatan perang di Jalur Gaza.

Resolusi itu menginstruksikan pembentukan tim pencari fakta soal pelanggaran Israel. Hal ini didukung 33 negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin; 13 negara Eropa abstain; dan satu negara (Kanada) menolak.

Pada 3 April 2009, Goldstone ditunjuk memimpin tim pencari fakta di Jalur Gaza itu.

Goldstone terkejut dan berat hati ketika dipercaya memimpin tim pencari fakta. Kepada wartawan di Geneva saat itu, dia mengatakan, tim yang dipimpinnya akan mengevaluasi semua pelanggaran hak asasi manusia di Israel dan Jalur Gaza.

Israel menolak bekerja sama dengan tim Goldstone meski ia seorang Yahudi dan salah satu putrinya tinggal lama di Israel. Goldstone sering berkunjung ke Israel.

Penolakan Israel membuat tim Goldstone memasuki Jalur Gaza lewat Mesir. Goldstone dan timnya masuk Jalur Gaza dua kali, yakni pada 30 Mei-6 Juni 2009, dan 25 Juni-1 Juli 2009.

Goldstone menggelar beberapa pertemuan dengan korban agresi Israel dan bertemu pakar Palestina untuk menanyakan dampak kejiwaan dan sosial akibat agresi Israel itu. Goldstone juga melihat wajah dan mendengar langsung suara korban.

”Ini penting karena tidak cukup hanya membaca cerita dan statistik. Saya ingin melihat langsung dampak kejiwaan pada anak-anak. Saya juga ingin melakukan itu untuk di Israel Selatan akibat serangan roket Palestina,” ungkap Goldstone.

Sekembali dari Jalur Gaza, Goldstone menyatakan terkejut melihat kehancuran dan penderitaan warga Palestina.

Di Israel, Goldstone dicegah mengadakan pertemuan dengan siapa pun. Akhirnya, Goldstone menggelar pertemuan di Geneva pada 6 Juli 2009, dengan sejumlah warga Israel yang menderita akibat tembakan roket Hamas dari Jalur Gaza.

Pejabat urusan penerangan UNRWA (Badan Bantuan Sosial dan Pekerja PBB) di wilayah Palestina, Adnan Abu Hasanah, melukiskan, Goldstone adalah sosok yang tenang, bersih, disiplin dan profesional, serta dihormati, termasuk oleh para korban maupun tamu. Abu Hasanah bertemu dua kali dengan Goldstone di Jalur Gaza. Ia menyebut Goldstone sangat teliti dan selalu mencari hal-hal detail.

Nicole, salah seorang putri Goldstone yang pernah hidup di Israel, mengungkapkan, ayahnya telah meringankan tuduhan yang diusung tim pencari fakta terhadap Israel.

”Kalau tidak ada ayah, niscaya laporan tim pencari fakta itu lebih keras dan berbahaya,” ungkap Nicole Goldstone dalam wawancara dengan Radio militer Israel.

Seperti dimaklumi, Goldstone mendapat kecaman keras di Israel. Seorang ekstremis Yahudi mengancam akan membunuhnya. Nicole mengatakan, Goldstone menerima memimpin tim pencari fakta itu dengan tujuan bisa membantu mewujudkan perdamaian di Timur Tengah.

fz

17 Oktober 2009

Cultural strategy of rural Islam





 

Cultural strategy of rural Islam



Munjid's article "Thick Islam and Deep Islam" is interesting to discuss. He stated that rural Muslims practice Islam as culture and tradition and this is what he defined as deep Islam.
In contrast, he compared them to urban Muslims who perform Islam more as identity (thick Islam). Rural Muslims are successfully uniting Islamic teachings with their local culture and emphasizing the substance of Islam such as human rights, elimination of poverty, injustice, economy, and education.
Hilman's article entitled "Cosmopolitan Muslims: Urban vs Rural Phenomenon" (Oct. 2009) responded to these ideas critically. For Hilman, thick Islam and deep Islam are neither urban nor rural phenomena.
I would like to critically explore rural Muslims from a historical perspective. In my view, what has been explained by Munjid about rural Islam is biased. He neglected several important factors that have shaped the outlook of rural Muslims. He directly concluded that pesantrens (Islamic boarding schools) were the determinant factor influencing the practice of rural Islam as a culture.
In my view, the form of Islam in rural areas, especially in Java, has been influenced by a complex interaction between political interests, cultural contests and the supremacy of Javanese identity. In the early time of Islamic development in Java, Javanese Muslims still emphasized boundaries between Islam and Javanese traditions. They called on Muslims to abandon local traditions (Ricklefs, 2006).
Gradually, the boundaries become unclear. As far as I am concerned, pesantren were not the prominent agency that was obscuring the boundaries. Kings were the actors who played an important role in smudging the boundaries. Sultan Agung, the king of Mataram who lived in the 17th century, was one of the kings that attempted to reconcile Javanese traditions with Islam.
He combined the Islamic calendar with the Javanese calendar. On the one hand, it seems that as the king of Mataram in which Javanese customs were strongly held, he needed to appreciate these traditions in order to strengthen his legitimacy. On the other hand, as shown from label as a sultan from Mecca, he had a close relationship with Muslims.
In addition, most Javanese elites who are described by Ricklefs as abangan (Javanese elites), disliked Muslims. There are three important books that can be mentioned here: Babad Kedhiri, Suluk Gatholoco, and Serat Dermagandul, which were published in the 18th and 19th centuries.
These books depicted abangan's hatred toward Muslims. Babad Kedhiri, for instance, mentioned that "Islam is a tragedy for Javanese" (2007:189). Suluk Gatholoco stated that "Allah is stupid and has no budi" (moral values from Buddhism). In addition the book said it was the Budha age that was truly Javanese (2007:195). While Serat Dermagandhul asserted that "if you adhere to the religion of the walis (Muslim clerics), you should go far away to Arabia and join people there" (2007:198).
These books indicate that Islam faced hostile response from Javanese elites. That is why Muslim elites, mostly kings, reconciled Islam and Javanese tradition. Based on these findings, we understand why Wali Songo preached Islam with local culture (Javanese tradition). The main problems faced by rural Muslims were not secularization and modernization, but the supremacy of Javanese traditions. It also indicates that rural Islam needed a long time to be successful. Therefore, the different social political context is one of the important factors influencing the way rural Muslims perform Islam.
This is different to what urban Muslims faced. They negotiated Islam with secularism. So far, urban Muslims are divided in various forms. Some of them become fundamentalists. They tried to revive Islam as performed in the early time of Islamic development. They rejected secularism and to some extent modernity as well.
Other urban Muslims emphasized spirituality. They attempted to overcome the challenge of alienating secular life. And the rest become progressive-liberal. They are able to negotiate Islam and secularism. Therefore urban Muslims have different characters of Islamic understanding.
Compared to urban Muslims, rural Muslims were late to struggle with secularism and modernity, at least, after Indonesian independence. In the 1950s, rural Islam represented by Nahdlatul Ulama (NU) had difficulty with modernity (Clifford Geertz, 1960:162-198). Some younger NU activists often called the members to study secular (modern) disciplines.
They were disappointed with conservatism performed by pesantrens that only taught religious subjects such as fiqh, tafsir, and tasawuf.
Unfortunately, conservatism and traditionalism were hegemonic within NU's mainstream. Moreover, in the early time of its development, NU paid no attention to modern problems such as labor problems and the emancipation of women. The emergence of modern or progressive thoughts of rural Muslims only appeared in the 1980s, after the urbanization of rural Muslims began to study secular subjects in urban universities.
It is important to note that the development of a society is determined by their interaction with its social condition, and their individual awareness that is shaped by their social relationship with others. The progress is not uniform and linear. There is always contestation and negotiation. Rural Muslims are lucky to have progressive "young" ulemas who are able to provide space for negotiation and dialogue about Islam, Javanese traditions and modernity.



faisal zulmi At-tamimi

11 Oktober 2009

W S Rendra: Megat Ruh





PENGANTAR

 


10 November lalu adalah hari Pahlawan. Ada sebuah peristiwa budaya yang barangkali termasuk langka. Dramawan Rendra yang sudah mulai uzur, tampil menyampaikan pidatonya seusai pengamat ABRI, Dr. Salim Said dan Gubernur DKI Sutiyoso. Wartawan Bernas, Willy Pramudya yang hadir pada acara yang berlangsung di Taman Ismail Marzuki menurunkan kutipan pidato itu untuk pecinta budaya. 











Ya. Inilah judul pidato kebudayaan saya malam ini. Megatruh. Megat-ruh. Megat artinya memutus. Jadi: megatruh adalah memutus ruh. Suasana dukacita yang mendalam. Bukan suasana perasaan semata, tetapi suasana ruh yang putus dan berada dalam alam kelam.Mengapa begitu ?



O, AKAL SEHAT JAMAN INI !
BAGAIMANA MESTI KUSEBUT KAMU ?
KALAU LELAKI KENAPA SEPERTI KUWE LAPIS ?
KALAU PEREMPUAN KENAPA TIDAK KEIBUAN ?
DAN KALAU BANCI KENAPA TIDAK PUNYA KEULETAN ?
AKU MENAHAN AIR MATA
PUNGGUNGKU DINGIN
TETAPI AKU MESTI MELAWAN
KARENA AKU MENOLAK BERSEKUTU DENGAN KAMU !
KENAPA ANARKI JALANAN
MESTI DITINDAS DENGAN ANARKI KEKUASAAN ?
APAKAH HUKUM TINGGAL MENJADI SYAIR LAGU DISCO ?
TANPA PANCAINDRA UNTUK FAKTA
TANPA KESADARAN UNTUK JIWA
TANPA JENDELA UNTUK CINTA KASIH
SAYUR MAYURLAH KAMU
DIBIUS PUPUK DAN INSEKTISIDA
KAMU HANYA BERMINAT MENGGEMUKKAN BADAN
TIDAK MAMPU BERGERAK MENGHAYATI CAKRAWALA
TERKESIMA
TERBENGONG
TERHIBA-HIBA
BERAKHIR MENJADI HIDANGAN PARA RAKSASA
O, AKAL SEHAT JAMAN INI
KERNA MENOLAK MENJADI EDAN
AKU MELAWAN KAMU !





Para hadirin yang terhormat
Perkenankanlah saya mengulang apa yang sudah saya ucapkan dalam beberapa wawancara dengan pers. Adalah kodrat manusia bahwa ia mengandung Daulat Alam dan Daulat Manusia di dalam dirinya. Kebudayaan yang kita warisi dari leluhur banyak merenungkan dan menghayati Daulat Alam di dalam kehidupan: kelahiran, kematian, perjodohan, nasib rezeki, penghayatan pancaindra, penghayatan badan dan penghayatan alam semesta.
Tetapi merenungkan Daulat Manusia tidak pernah tuntas. Daulat manusia terbatas sekali oleh sifat alam dalam dirinya. Terutama sekali terbatas oleh kelahirannya. Kalau lahir sebagai orang bawah, sebagai orang miskin, sebagai orang tanpa pendidikan, atau sebagai orang perempuan, sukar untuk meningkat keatas, karena tatanan masyarakat diatur seperti tatanan didalam alam: yang tikus tetap tikus, yang kucing tetap kucing, yang kambing tetap kambing, yang macan tetap macan. Hanya para jagoan saja yang bisa menerobos tatanan masyarakat yang seperti itu. Misalnya Ken Arok, si anak jadah dan kriminal jalanan yang akhirnya bisa menjadi raja itu; atau Gajah Mada, tukang pukul yang akhirnya bisa menjadi mahapatih; atau Untung Surapati, seorang hamba sahaya yang bisa meningkat menjadi pahlawan atau jagoan; atau Ir. Soekarno, seorang anak guru yang bisa menjadi Presiden Indonesia yang pertama; atau orang-orang melarat yang bisa menjadi konglomerat. Oh ya, akhirnya banyak juga jagoan-jagoan dalam berbagai bidang bisa muncul. Tetapi kejagoannyalah yang membuat ia mampu mendobrak tatanan hidup yang resmi, yang sebenarnya tidak banyak memberi hak kepada khalayak banyak untuk memperkembangkan Daulat Manusia mereka.
Para pemimpin bangsa kita, dari sejak zaman raja-raja dahulu kala, memang tidak pernah menaruh perhatian kepada pengembangan Daulat Manusia pada umumnya. Saat Aristoteles, filsuf Yunani (384-322SM) menulis buku "Politica", menerangkan hak rakyat untuk memilih pemimpin bangsanya, dan tidak membenarkan adanya tirani kekuasaan, para pemimpin bangsa kita masih hidup dalam kegelapan sejarah dan jelas tidak berminat pada filsafat. Dan pada waktu Raja John dari Inggris mengesahkan Undang-Undang yang disebut orang sebagai Magna Carta, yaitu tahun 1215, raja mengakui kejelasan hak-hak bangsawan bawahannya dan juga hak-hak rakyat yang harus ia hormati dan tak mungkin ia langgar.
Jawa pada saat itu berada dalam pemerintahan Tunggul Ametung yang sebentar lagi akan digantikan oleh Ken Arok. Kedua penguasa dari Jawa itu tak pernah memikirkan atau mengakui UU apapun. Sabda raja itulah UU bagi rakyat. Sebagaimana dalam alam bahwa yang kuat itu yang menang. Maka tatanan masyarakat leluhur kita itupun berlandaskan kenyataan bahwa yang kuat itu yang benar (might is right). Dan yang terkuat dalam di dalam masyarakat tentunya raja. Jadi sabda raja (dekrit raja atau Keppraj, yaitu keputusan raja) yang menjadi sumber kebenaran.
Tentu saja seorang raja Jawa tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang. Ia diharapkan untuk Ambeg Paramarta serta menghayati Hasta Brata. Tetapi bila ternyata raja tidak memenuhi harapan itu, dan kejam seperti Amangkurat Tegalarum atau menjijikkan seperti Amngkurat II, ya tidak ada sanksi apa-apa sebab ia kuat, ia raja.
Selanjutnya pada tahun 1295 Raja Edward dari Inggris memperbaiki hak-hak parlemen. Dia mengatakan bahwa hanya parlemen yang bisa mengubah hukum. Hal ini bersamaan dengan saat akhir pemerintahan Kertanegara dari Singasari dan munculnya Majapahit dibawah pimpinan Raden Wijaya. Kedua penguasa itu, boro-boro punya parlemen, punya kitab UU sebagai landasan pemerintahannya pun tidak. Sabda raja tetap unggul di atas segala-galanya. Hal itu bukan pertanda kebudayaan bangsa kita rendah. Lihatlah candi-candi yang indah, seni membuat keris, syair-syair dari Empu Kanwa, Empu Sedah, Empu Panuluh. Raffles mengagumi karya sastra leluhur kita. Waktu pulang ke Inggris, setelah selesai tugasnya di Jawa, ia membawa 30 ton benda sastra dan seni dari Jawa. Kemudian dengan rasa kagum ia laporkan dan dikupas dalam bukunya "The History of Java". Tetapi didalam kebudayaan Jawa yang tinggi itu, para pujangga dan para rajanya ternyata tak pernah sadar akan perlunya hak-hak konstitusional bagi rakyatnya, yang dilindungi oleh pelaksanaan UU yang berlaku. Di zaman pemerintahan Hayam Wuruk, menurut buku Negarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca, pada pupuh 73 digambarkan bahwa Hayam Wuruk bersifat adil dalam melaksanakan UU Agama, yang sebenarnya dituliskan dalam kitab yang berjudul Kutara Manawadharmasastra. Bahkan Demung Sora, seorang menterinya dihukum mati karena telah membunuh Mahisa Anabrang yang tak berdosa. Dengan begitu Demung Sora telah melanggar pasal Astadusta dari Kitab UU Kutara Manawadharmasastra itu. Namun begitu tidak tercantum di dalam Kitab UU itu hak rakyat untuk punya perwakilan dan ikut menentukan jalannya pemerintahan. Sementara itu di Inggris pada tahun 1649 Raja Charles I dihukum pancung karena dianggap melecehkan parlemen, dan untuk sementara Lord Cromwell diangkat menjadi pelindung parlemen dengan gelar Lord Protector pada tahun 1653. Itulah tahun-tahun berkuasanya Amangkurat I yang kejam, yang sibuk membina kekuasaan yang absolut dan pemerintahan yang ketat dan memusat, yang membuat kehidupan masyarakat menjadi sumpek dan akhirnya dibenci oleh rakyat. Dan waktu John Locke, filsuf dan sastrawan Inggris menulis dua esai tentang pemerintahan yang ideal, yang menghormati hak milik warganegara dan berkewajiban melindungi segala milik warganegara itu, di Mataram berkuasa Amangkurat II yang memerintah di Karta Sura dengan sewenang-wenang, sombong, kekanak-kanakan, pengecut dan keras kepala. Ia telah membunuh bapaknya Amangkurat I yang tengah sekarat di Tegalarum. Lalu mengkhianati sahabatnya Trunijoyo. Menggadaikan Semarang kepada VOC. Dan menyewakan tebang hutan dari beberapa wilayah kepada para cukong. Lalu para cukong menjual kayunya atau hak tebang hutannya pada VOC. (Saya teringat pada sistem HPH dewasa ini. Ternyata pelopornya adalah Amangkurat II dengan asprinya yang bernama Adipati Suranata). Ya, Amangkurat II inilah pelopor kebangkrutan Mataram, yang sebenarnya memang sudah salah membangun sejak rajanya yang pertama yaitu Panembahan Senopati. Sebab raja-raja pendahulu Dinasti Mataram ini salah mengira bahwa stabilitas negara itu adalah pemusatan kekuasaan.
Tetapi di Inggris, sejak zaman Ken Arok, Kertanegara atau Raden Wijaya, para penguasanya atau raja-rajanya mau mengakui daulat hukum disamping daulat raja, bahkan pada akhirnya, sejajar dengan zaman Majapahit, raja Inggris mau mengakui adanya daulat rakyat, ternyata negaranya terus stabil. Bukan berarti tanpa pergolakan. Wah, justru banyak pergolakan politik di sana. Tetapi kepastian hidup rakyat makin lama makin stabil. Dan ternyata dinasti raja-raja mereka tetap lestari bergengsi sampai zaman ini, sehingga negaranya bisa maju. Sebab kemajuan negara itu tidak mungkin diciptakan penguasa. Paling jauh penguasa itu hanya bisa menyeret bangsanya maju setahap saja, tetapi perkembangan bertahap-tahap seperti di Inggris (dari tahap pertanian ke tahap filsafat, perdagangan, ilmu pengetahuan, teknologi modern, industri dan kebudayaan cybernetic) hanyalah bisa dicapai dengan kemampuan rakyat yang selalu maju berkat dukungan daulat rakyat, yang dilindungi oleh daulat hukum. Tidak ada contohnya dalam sejarah dunia bahwa pemerintahan yang totaliter bisa memajukan bangsa dalam tahap-tahap perkembangan budaya. Di kala dipimpin oleh pemerintah yang totaliter, meskipun sudah mencapai teknologi tinggi, seperti Jepang, Korea dan Jerman, rupanya budaya filsafat, sosial dan ekonomi macet. Baru setelah daulat hukum dan daulat rakyat berlaku, maka ketiga negara itu bisa melewati berbagai tahap budaya dengan pesat, hingga kini harus diperhitungkan sebagai kekuatan yang ikut menentukan perkembangan budaya dunia.
Sebaliknya para raja Mataram yang maniak akan sentralisasi kekuasaan itu, tidak pernah bisa membawa kemajuan kepada rakyat Jawa. Dipandang dari segi kepentingan rakyat, raja-raja Mataram adalah raja-raja yang gagal. Tidak ada kharisma mereka, sehingga gagal menyatukan Jawa. Sebelum ada Mataram, menurut laporan orang Portugis Jono de Barros, orang Jawa itu angkuh, berani, berbahaya dan pendendam. Kalau tersinggung perasaannya sedikit saja, terutama kalau disentuh kepala atau dahinya, terus mengamuk membalas dendam. Seorang Portugis yang lain, Diego de Couto melaporkan bahwa ia mengagumi kecakapan berlayar orang-orang Jawa, bahasa Jawa yang selalu berkembang dan punya aksara sendiri, namun mereka begitu angkuh sehingga menganggap bangsa lain lebih rendah. Maka kalau orang Jawa lewat dijalan, dan melihat ada orang bangsa lain yang berdiri di onggokan tanah atau suatu tempat lain yang tinggi dari tanah tempat ia berjalan, apabila orang itu tidak segera turun dari tempat semacam itu, maka ia akan dibunuh oleh orang Jawa itu. Sebab ia tidak akan memperkenankan orang lain berdiri ditempat yang lebih tinggi. Juga orang Jawa tak akan mau menyunggi beban di atas kepalanya, biarpun ia diancam dengan ancaman maut. Mereka adalah pemberani dan penuh keyakinan diri dan hanya karena penghinaan kecil saja bisa melakukan amuk untuk balas dendam. Dan meskipun ia telah ditusuk-tusuk dengan tombak sampai tembus, mereka akan terus merangsek maju sehingga dekat kepada lawannya. Bagaimanapun ekstremnya gambaran itu, pada intinya orang-orang Jawa itu terlihat tangkas, berani, berstamina, dan percaya pada diri secara luar biasa. Dan nyatanya di zaman kerajaan Demak dan Banten, saat kedua laporan itu ditulis, orang-orang Jawa menguasai setiap jengkal dari tanahnya. Tak ada kekuatan asing yang bisa melecehkan kedaulatan tanah air mereka. Banten dan Demak bebas dari kekuasaan asing. Semarang dan Jepara menjadi tempat galangan kapal yang memprodusir kapal-kapal besar dan kecil dalam produktivitas yang tinggi. Arsitektur mengalami perkembangan yang besar. Atap Limasan, gandok, pringgitan dan pendopo joglo yang lebih besar diciptakan (sebelumnya pendopo itu kecil seperti gazebo). Orkestrasi gamelan berkembang karena diciptakannya gambang penerus, bonang penerus dsb. Variasi kendang-kendangpun bertambah. Lalu tembang-tembang Mocopat muncul sebagai eksperimen baru. Pertunjukan wayang kulit ditambah dengan kelir dan blencong. Santan dan minyak goreng ditemukan. Begitu pula krupuk, trasi dan penganan-penganan dari ketan bertambah variasinya. Masakan pepes dan kukus juga diketemukan. Lalu soga untuk pewarna kain batik, genting dari tanah liat, dan baju yang berlengan dan berkancing. Semua itu tentu saja merupakan pengaruh asing. Barangkali pengaruh dari Cina dan Campa. Tetapi daya adaptasi dan mencerna rakyat terhadap unsur-unsur baru sangat kreatif. Keunikan sastra suluk di zaman itu lebih lagi membuktikan kemampuan orang-orang Jawa untuk beradaptasi tanpa kehilangan diri, bahkan bisa unik. Mereka penuh harga diri dan pasti diri. Ini semua karena mereka merasa punya jaminan kepastian hidup. Dan kepastian hidup ada karena adanya daulat hukum yang tertera dalam kitab "Salokantara" dan "Jugul Muda" ialah kitab UU Demak yang punya landasan syari 'ah agama islam, yang mengakui bahwa semua manusia itu sama derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Raja-raja Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para wali. Raja-raja Demak berkuasa hanya selama 65 tahun. Tetapi mereka adalah pahlawan bangsa yang telah memperkenalkan daulat hukum kepada bangsanya, yang akan terus membekas sampai kepada Mohammad Syafei, HOS Cokroaminoto dan tokoh-tokoh pembela hak azazi manusia (HAM) dewasa ini. Sayang, begitu muncul Panembahan Senopati, rasa hormat pada daulat hukum itu dilecehkan. Sultan bergelar Sayidin Panatagama, dan terus sampai kepada seluruh keturunannya, kefanatikan terhadap kekuasaan raja yang mutlak dan sentralisasi kekuasaan itu dipertahankan. Rakyat disebut kawula (abdi) dan bukan warganegara. Hidup rakyat tidak pasti. Inisiatif mereka mulai terbatas. Banyak larangan untuk ini dan itu. Rakyat tak bisa mengontrol atau memberi tanggapan kepada kekuasaan. Maka daya hidup rakyat merosot. Yacob Couper, panglima tentara Belanda, menganggap daya tempur tentara Mataram sangat rendah. Sangat jauh dari deskripsi yang dilukiskan oleh Jono de Borros ataupun Diego de Couto. Sebenarnya saya sudah sering melukiskan perbedaan antara Mataram dan Demak ini berulang kali dalam wawancara-wawancara dengan pers. Tetapi sekarang, maafkanlah, perlu saya ulang lagi demi kejelasan argumentasi pembicaraan saya malam ini. Raja yang melecehkan daulat rakyat, akhirnya juga melecehkan daulatnya sendiri. Sebab daulat rakyatlah yang mendukung daulat raja. Sebagaimana daulat rakyat Inggris yang memungkinkan daulat raja Inggris bergema di seluruh dunia.
Dan menurunnya wibawa daulat rakyat Mataram juga menyebabkan daulat raja mereka semakin merosot. Sultan Agung tidak pernah bisa menjamah Batavia. Anaknya Amangkurat I lari terbirit-birit oleh pemberontakan Trunojoyo. Lalu pergi ke Tegal untuk mengemis perlindungan kepada VOC. Raja yang tidak mau berbagi kekuasaan dengan rakyat itu, malah mau berlindung dibawah ketiak orang asing yang bernama VOC. Belum sampai ke Tegal ia sudah sekarat. Dalam keadaan sekarat, ia diracun oleh anaknya yang punya sifat menjijikkan dipandang dari segi kemanusiaan yang beradab, yang kemudian menggantikannya dan bergelar Amangkurat II. Dan raja yang congkak, yang gila kekuasaan, si Amangkurat II ini suka berdandan seperti Belanda, secara diam-diam dileceh oleh Gubernur Cornelius Speelman sebagai "anak emas kompeni". Raja yang tambun ini menyebut Gubernur "Eyang" dan menyebut komandan militer lokal Belanda dengan sebutan "Romo". Lebih jauh lagi, nanti salah satu keturunannya yang bernama Paku Buwono II, ternyata telah melecehkan harga dirinya sendiri. Meskipun ia melecehkan daulat rakyat, ternyata ia tidak segan menulis perjanjian dengan Kompeni Belanda pada tahun 1749 yang bunyinya sebagai berikut: "Inilah surat perkara melepaskan serta menyerahkan terhadap keraton Mataram, dari kanjeng Susushunan Paku Buwana Senapati Panatagama, ialah dikarenakan oleh perintah Kanjeng Kumpeni yang agung itu, keratuan ini diserahkan kepada Kanjeng Tuwan Gupernur serta direktur di tanah Jawa Djohan Andrijas Baron Van Hogendorf. Hamba, Kanjeng Susuhunan Pakubuwana Senapati Hing Ngalaga Ngabdulrahman Sayidin Panatagama............" Begitu dan seterusnya ia tanpa malu-malu merendahkan dirinya dan mengangkat-angkat penguasa asing dengan cara yang berlebihan. Sungguh karikatural. Masa pemerintahan Kartasura dan Surakarta adalah masa yang sangat memalukan bagi sejarah Mataram dan sejarah orang Jawa. 

Kesenian yang dilahirkan adalah kesenian manis seperti permen. Penuh rasa haru tetapi tidak punya ketajaman olah pikiran. Ada seorang pujangga yang istimewa: ialah Raden Ronggowarsito yang muncul jauh setelah Mataram sirna. Tetapi ia tidak dihargai oleh para penguasa saat itu, meski sangat dicintai oleh rakyat kebanyakan. Ekonomi kacau. Utang kepada Kompeni menumpuk. Amangkurat II menggadaikan Semarang dan hutan-hutan. Pakubuwana II menggadaikan kerajaan. Sedangkan di Inggris, di masa yang sezaman dengan Amangkurat II, karena rakyat Inggris punya kedaulatan yang jelas, yang dilindungi UU, maka karena informasi mengenai jalannya ekonomi kerajaan Inggris bersifat transparan, dan kepastian hukum bisa bersifat vertikal, tidak horisontal, sehingga perencanaan dagang dan ekonomi bisa lebih aman diatur, maka pada tahun 1694 Bank of England sudah mulai didirikan. 
          Kekuatan dan bonafiditas perbankan suatu bangsa adalah bonafiditas kemampuannya membangun dan berencana. Kekuatan dan bonafiditas semacam itu hanyalah mampu dihasilkan oleh daulat rakyat yang kuat dan terus dibina.Tujuan dari pidato saya ini adalah untuk secara jujur melakukan instropeksi budaya. Negara kita akhirnya sudah merdeka, tetapi kenapa bangsa Indonesia masih belum juga sepenuhnya bisa merdeka? Bukankah tanpa hak hukum yang bisa berfungsi vertikal suatu bangsa tidak bisa benar-benar merdeka. 
 

Sejarah menunjukkan lubang-lubang dari daya pertahanan kita sebagai suatu bangsa sebagaimana nampak dalam sejarah Mataram. Namun ada juga kenyataan bisa punya harapan apabila menilik kepada sejarah Demak.
Hadirin sekalian.
KESADARAN ADALAH MATAHARI
KESABARAN ADALAH BUMI
KEBERANIAN MENJADI CAKRAWALA
DAN
PERJUANGAN
ADALAH PELAKSANAAN KATA-KATA












KETERANGAN :
"
Salam sejahtera,
Bersama ini saya kirimkan naskah pidato Megatruh Rendra seperti yang diminta oleh salah satu pecinta forum "apa kabar". Pidato tersebut saya ambil dari Harian Bernas hari Senin tanggal 17 November 1997 halaman 16. Semoga bermanfaat. File tersebut berbentuk teks file.
Sebenarnya banyak catatan yang bisa melengkapi pidato tersebut terutama dari sejarah Mataram Islam (untuk membedakan dengan Mataram kuno yang biasa disebut Mataram Hindu), misalnya: Pujangga besar Raden Ronggowarsito, menurut kabar tak resmi, mati minum racun karena perintah Raja. Bukti tersebut ada pada salah satu syairnya yang tepat menunjuk hari kematiannya.




faisal zulmi

08 Oktober 2009

Hari Kesaktian Pancasila



Hari Kesaktian Pancasila









1 Oktober di Indonesia diperingati sebagai hari kesaktian pancasila. Peringatan Kesaktian Pancasila ini berakar pada sebuah peristiwa tanggal 30 September 1965. Konon, ini adalah awal dari Gerakan 30 September (G30SPKI). Oleh pemerintah Indonesia, pemberontakan ini merupakan wujud usaha mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.

Hari itu, enam orang Jendral dan berberapa orang lainnya dibunuh sebagai upaya kudeta. Namun konon berkat kesadaran untuk mempertahankan Pancasila maka upaya tersebut mengalami kegagalan.

Maka 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Jadi, saya menyimpulkan bahwa kemunculan peringatan Kesaktian Pancasila disebabkan oleh gagalnya misi kaum Komunis mengganti dasar negara Indonesia. Karena kegagalan itulah selanjutnya Pancasila dianggap sakti, atau justru Pancasila kemudian dibikin sakral dan dianggap sakti.

Pancasila secara de yure dan de facto memang merupakan dasar negara Republik Indonesia resmi. Beberapa dokumen penetapannya ialah :

· Rumusan Pertama : Piagam Jakarta - tanggal 22 Juni 1945

· Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945

· Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949

· Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950

· Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)

Entah secara kebetulan atau tidak, ternyata Pancasila merupakan ajaran moral agama Budha. Dalam sebuah referensi disebutkan bahwa Pancasila merupakan filosofi negara Indonesia yang istilahnya diambil dari bahasa Sansakerta yang berarti lima tingkah laku baik. Pancasila sendiri merupakan ajaran dasar moral agama Budha, dimana ajaran tersebut dianut oleh pengikut Siddharta Gautama (SUMBER).

Di Dalam agama Budha, mentaati Pancasila dianggap sebagai sebuah Dharma. Dharma yaitu suatu jalan kehidupan yang berlandaskan kebenaran dalam filsafat agama-agama (seperti kebenaran pluralisme).

Dharma Pancasila sendiri berisi ajaran-ajaran:

1. untuk menghindari pembunuhan (nilai kemanusiaan) guna mencapai samadi.
2. untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan (nilai keadilan) guna mencapai samadi.
3. untuk tidak melakukan perbuatan asusila (berzinah, menggauli suami/istri orang lain, nilai keluarga) guna mencapai samadi.
4. untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar / berbohong, berdusta, fitnah, omong-kosong (nilai kejujuran) guna mencapai samadi.
5. untuk melatih diri menghindari segala minuman dan makanan yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan (nilai pembebasan) guna mencapai samadi.

Dalam bahasa Pali, isi Pancasila tersebut disebutkan sebagai berikut:

1. Pānātipātā veramani sikkhapadam samādiyāmi
2. Adinnādānā veramani sikkhapadam samādiyāmi
3. Kāmesu micchācāra veramani sikkhapadam samādiyāmi
4. Musāvāda veramani sikkhapadam samādiyāmi
5. Surā meraya majja pamādatthānā veramani sikkhapadam samādiyāmi

Bahasa Pāli (पाऴि) adalah sebuah bahasa Indo-Arya dan merupakan sebuah bahasa prakerta atau prakrit. Bahasa ini digunakan sebagai bahasa pengantar Sang Budha saat menerangkan ajarannya. Bahasa yang dipakai dalam kitab suci Tipitaka atau Tripitaka (lih. Wikipedia).

Jadi, secara umum, penulis dapat menarik suatu benang merah dan simpulan bahwa terminology Pancasila lebih tepat dikatakan berasal dan berakar pada ajaran agama Budha bukan pada akar kepribadian bangsa Indonesia secara umum.

Lantas, kenapa Pancasila dianggap SAKTI? Apakah Pancasila merupakan sebuah benda atau wujud atau sesuatu yang dianggap sebagai objek selayaknya Keris yang dilabeli kata SAKTI menjadi KERIS SAKTI?. Dimanakah letak sebenarnya Kesaktian Pancasila itu sementara Pancasila sendiri setuju atau tidak setuju tidak lagi ditaati sebagai sebuah jiwa yang menyatu pada diri bangsa Indonesia. Dimanakah letak Kesaktia Pancasila itu sementara Pancasila sendiri memiliki arti dan makna yang berbeda di setiap rezim yang memimpin negara ini? Lantas, apakah ada perbedaan kesaktian antara Kesaktian Pancasila dengan istilah KERIS SAKTI, KERA SAKTI, PUSAKA SAKTI, BIMA SAKTI, atau SAKTI MANDRAGUNA misalnya? Sekedar info, ternyata terminology kata SAKTI Sakti (kekuatan, kekuasaan atau energi) adalah sebuah konsep ajaran agama Hindu atau perwujudan dari aspek kewanitaan Tuhan (Baca: Dewata).

Sementara itu, lambang burung Garuda yang sering menjadi satu kesatuan frase dengan kata Pancasila menjadi GARUDA PANCASILA ternyata memiliki dasar filosofis tersendiri yang oleh beberapa kalangan disebut berasal dari akar Yahudi.

“Simbol negara “burung Garuda” juga dapat ditelusuri asal-usulnya sebagai simbol Yahudi. Pemilihan simbol “burung Garuda” sendiri sebagai lambang negara adalah sebuah kontroversi karena hanya ditentukan oleh segelintir orang saja tanpa memperhatikan aspirasi mayoritas rakyat Indonesia. “Burung Garuda” memang ada dalam mitologi Hindu yang pernah menjadi agama mayoritas Indonesia di masa lalu, namun pada masa kemerdekaan, Hindu tidak lagi memiliki pengaruh yang signifikan.” (SUMBER)

“Agama Islam sendiri sebagai agama mayoritas rakyat Indonesia setelah era Hindu juga tidak mengenal simbol “burung Garuda”. “Burung Garuda” juga tidak pernah benar-benar ada karena hanya sebuah mitos, berbeda dengan burung elang botak yang merupakan binatang asli Amerika. Karena bukan simbol asli bangsa Indonesia maka tidak ada lain simbol “burung Garuda” mengadopsi simbol-simbol kebudayaan asing yang memang memuja-muja simbol “burung mirip Garuda”, yaitu Yahudi yang gerakan Fremasonry-nya sangat berpengaruh sampai saat ini.” (SUMBER)

Pengaruh Yahudi di Indonesia itu dimulai pada abad 18 melalui gerakan perkumpulan rahasia Vritmetselarij atau Freemasonry yang berkembang di kalangan elit Indonesia baik di kalangan orang-orang Belanda maupun pribumi: pejabat, bangsawan, pengusaha, ilmuwan, seniman/sastrawan dan kalangan intektual lainnya. Gerakan tersebut selanjutnya berkembang menjadi beberapa cabang seperti Himpunan Theosofi, Moral Rearmemant Movement (MRM) dan Ancient Mystical Organization of Ancient Mystical Organization of Sucen Cruiser (Amorc) dan sebagainya.

Orang-orang yang merancang simbol “burung Garuda” sebagai simbol negara adalah Sultan Hamid II, Ki Hajar Dewantoro dan Muhammad Yamin. Ketiganya adalah pengikut gerakan Vrijmeselarij dan Theosofi. Sedangkan Presiden Soekarno yang menetapkan simbol “burung Garuda” sebagai lambang negara juga berada dalam pengaruh Fremasonry melalui ayahnya yang merupakan anggota Perhimpunan Theosofi Surabaya.

Untuk menguak korelasi simbologi antara Simbol-Simbol Negara RI dengan Yahudi dan Zionisme silakan banyak membaca buku-buku karangan Herry Nurdi (Jejak Freemason & Zionis Di Indonesia, Penerbit Cakrawala); Ridwan Saidi (Fakta dan Data Yahudi di Indonesia), dan Muh Thalib & Irfan S Awwas (Doktrin Zionisme dan Ideologi Pancasila, Penerbit Wihdah Press).

Kesimpulannya, pernyataan mengenai Pancasila dan segenap Lambangnya digali dari prinsip-prinsip luhur bangsa Indonesia ternyata tidak seperti yang diungkapkan dalam buku-buku formal di Toko Buku dan Perpustakaan atau yang pernah diajarkkan guru-guru PMP, P4, dan PPKn di bangku sekolah. Justru banyak budaya-budaya asing dan filosofis agama tertentu yang menjiwainya. Bahkan unsur Yahudi yang merupakan agama yang tidak diakui justru banyak memainkan peran pentingnya.




faisal zulmi

01 Oktober 2009

facebook



faisal zulmi At-tamimi





http://photos-a.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc1/hs204.snc1/7118_103533756324851_100000046814132_97936_5477911_n.jpg

FACEBOOK

     
       Memiliki 200 juta anggota, valuasi senilai 5 miliar dolar AS dan basis yang merambah jauh melewati awalnya sebagai sarana kongkow mahasiswa dari delapan universitas elite di AS (Ivy League),Facebook telah menjadi gorila seberat 3,6 kuintal dalam kancah jejaring sosial maya. Namun, seperti kata-kata dalam iklan, kehidupan mampir begitu cepat, dan dalam soal ini tak ada yang melebihi kecepatan masa selain waktu internet. Jadi, adakah tahun-tahun terindah bagi Faceboook sedang membenamkan masa terindah itu demi Inovasi Besar lain berikutnya? Yang pasti, tidak ada yang abadi di dunia ini. Mungkin kita memerlukan Microsoft, tetapi sekarang tidak ada seorang pun nyaman menikmatinya (kecuali mungkin Si hiperkaktif Steve Ballmer, CEO Microsoft). Atau AOL? Ah mereka sempurna jika dial up jadi raja koneksi internet, namun ketika era broadband datang menyergap masa ketika koneksi internet harus dengan dial up maka era keemasan AOL pun meredup.

            Tapi internet telah diramaikan oleh ide-ide liar yang menetas terlalu dini atau memungkiri mulianya kematian. Tengoklah David Watherell, si jenius kurang asem yang pada 1999 menjual inkubator internetnya bernama CMGI seharga 18 miliar dolar AS. Tapi pada 2009, nilai CMGI yang kini menjadi ModusLink Global Solutions tinggal seperseratus harga tahun 1999. Ah, setidaknya CMGI masih bisa dipakai. Tapi coba lihat nasib Netscape, Mbah semua perusahaan internet yang go public itu dibeli AOL sebelum era internet meledak hilang bagai letusan gelembung dan akhirnya menjadi almarhum pada 2007. Ada satu lagi, ingatkah anda pada situs video Broadcast.com? Mulanya dibeli Yahoo, tapi kini raib entah kemana. Ini mungkin bisa terjadi pada Facebook, tetapi sebegitu jauh, Facebook mampu memahami kebutuhan sosial orang-orang. Ia tidak hanya mencetak uang, namun juga keuntungan, sekurang-kurangnya 200 juta dolar AS per tahun. Sungguh sebuah angka lumayan untuk perusahaan yang tidak memiliki model bisnis yang jelas.

           Konon asset Facebook mencapai 15 miliar dolar AS, yang diperkirakan berasal dari perusahaan-perusahaan pengelola dana dan pasar sekunder dimana saham-saham milik karyawan diperjualbelikan. Namun, ada tangisan sesal dibalik valuasi asset 15 miliar dolar AS yang tersirat dari investasi 240 juta dolar AS yang dibenamkan Microsoft untuk mendapatkan 1,6 persen saham Facebook pada Oktober 2007. Valuasi ini menyurut gara-gara resesi global. Valuasi adalah bagian penting dari cerita tentang Facebook, tetapi nilai-nilai lainnya, seperti demografi Facebook, bahkan lebih penting lagi. Nilai demografis itu diantaranya tersembul dari kesetiaan para anggota jejaring yang didirikan Mark Zuckerberg itu. Mark masihlah remaja saat pertamakali membuat Facebook, dan di usianya yang ke-25 dia tetap setia dengan Facebook. Ada fenomena lebih menawan ketimbang kesetiaan pengguna. Dulu pengguna Facebook adalah remaja-remaja tanggung, tetapi kini kelompok terbesar yang menjadi anggota Facebook adalah para wanita di atas usia 55 tahun, bahkan anggota yang umurnya antara 45 sampai 65 tahun terus bertambah, melebihi para abg berusia 13-17. Sedemikian jauh, Facebook telah mengindari kesalahan terbesar yang dilakukan jejaring-jejaring sosial maya lainnya, yaitu gagal beradaptasi dengan kebutuhan pasar. Mungkin Facebook akan mati kutu jika membuka keanggotaan untuk orangtua dan eyang para perintis keanggotaan Facebook, tetapi itu tidak terjadi. Sebaliknya, Facebook telah menarik satu komunitas pengembang sosial yang bersemangat, tapi mereka tidak membiarkan adanya customization serampangan yang selama ini membuat beberapa halaman milik jejaring sosial seperti MySpace, bak terkena penyakit ayan. Dan meskipun Facebook bermain-main dengan sisi gelapnya saat menghadapi kenyamanan pribadi pengguna, upayanya mempromosikan OpenID menjadi tonggak terpenting bagi munculnya satu laman sosial yang terbuka. Namun ada satu hal yang harus diperhatikan Facebook, yaitu mencermati derap langkah pesaing mudanya Twitter, si bocah baru di kancah jejaring sosial maya. Dalam banyak hal Twitter itu antitesis dari Facebook, yaitu sebuah komunitas tersebar yang mengerjakan satu hal sederhana yang dijembatani cara-cara dan kemungkinan-kemungkinan yang maha luas. Twitter seketika menjadi favorit orang pada konferensi SouthBYSouthWest di Austin, Texas, tahun 2007 dan makin membahana setahun belakangan ini manakala para politisi dan selebritis ramai menggunakannya. Sekumpulan bocah-bocah keren pencipta Twitter lalu dengan berani memproklamasikan diri bahwa masa lalu telah lewat, hanya karena para tokoh dan pesohor seperti Oprah Winfrey dan Senator John McCain menggunakan Twitter.

Padahal, mungkin saja bocah-bocah ini iri pada para pesohor yang mempunyai ratusan ribu pengikut. Untuk sementara waktu, Twitter menelan seluruh udara ruangan. Untuk urusan merengkuh pengguna baru, memang tidak ada yang menyamai Twitter yang dalam dua bulan terakhir jumlah anggotanya melesak empat kali lipat menjadi 17 juta orang pengunjung di seluruh AS, setingkat dengan pencapaian Facebook untuk mencetak keseluruhan anggota seperti sekarang yang juga fenomenal itu. Seperti halnya Facebook, Twitter sama sekali tidak jelas model bisnisnya tetapi sepertinya akan bertahan lama hingga tahun-tahun kemudian. Namun Twitter kerap beroleh perhatian buruk dari pers, seperti terjadi pekan lalu manakala jejaring sosial ini mengubah seting sistem kerahasiaan pengguna tanpa memberitahu para penggunanya. Langkah ini dicela sebagai prilaku buruk yang serba ingin menguasai, persis dilakukan Facebook. Facebook sendiri tampaknya memahami prilaku Twitter ini. Kemudian, Facebook memperkenalkan perubahan desain dua bulan lalu, yang semodel dengan bagaimana Twitter memperlakukan dunia. Yang pasti, Facebook sudah melewati banyak masa transisi yang justru membuat tersandung organisasi-organisasi internet yang geraknya kurang cekatan. Jejaring sosial ini telah jauh melewati masa di mana hanya menjadi tempat kongkow kalangan muda terpelajar elite. Facebook kini populer di kalangan generasi tua, sama populernya di kalangan abg, dan telah menjadi perkakas harian bagi kehidupan puluhan juta orang. Jadi, Facebook tak mungkin segera meredup.









فيصل جولم التميمي