24 Maret 2010

The Berkeley Mafia









The Berkeley Mafia
was term given to a group of U.S.-educated Indonesian economists whose efforts brought Indonesia back from dire economic conditions and the brink of famine in the mid-1960s. They were appointed in the early stages of the 'New Order' administration. Almost three decades of economic growth followed. Their efforts also began long-term U.S.-Indonesian strategic cooperation, which was important during the Cold War. The Indonesian Book titled "Mafia Berkeley" taught Budiono and Dorojatun Kuntcorojakti (both of them are Indonesian) as the men this term references.

               
.                    Prof. Dr. Widjojo Nitisastro           Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo

Origins of the group
In the mid-1950s, the economists who would become the Berkeley Mafia were students at the Faculty of Economics at the University of Indonesia (FEUI). The faculty was headed by Sumitro Djojohadikusumo, an economist who had served as Minister of Trade and Industry and Minister of Finance for the Government. Sumitro, being the only teacher with an economics doctorate had to turn to foreign lecturers from Netherlands and lecturers from other faculties to assist in educating the students at FEUI....

  • Dorodjatun 
Kuntjoro-Jakti      
       atas     Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti       J.B. Sumarlin         Ali Wardhana   bawah


As tensions grew between Indonesia and the Dutch Government over West Irian (now known as West Papua), the Dutch lecturers began to leave the country. Sumitro turned to the Ford Foundation for assistance.The Ford Foundation then began a process where students from the FEUI were chosen to undertake overseas studies at the University of California, Berkeley. After the Ford Foundation conducted some preliminary preparations, the overseas-studies program began in 1957. By the early 1960s, all of the students who had been sent abroad had returned from Berkeley and had begun taking up positions as lecturers at the Army Staff and Command College (SESKOAD).

Association with the New Order

In 1966, General Suharto took over executive control in Indonesia from President Sukarno by virtue of Supersemar. Although he would not become President for another two years, Suharto began laying down the foundations for what would become the New Order regime. In late August 1966, Suharto held a seminar at SESKOAD to discuss political and economic matters and the way in which the New Order will approach these problems. The FEUI economists, headed by Widjojo Nitisastro attended the seminar.


During the seminar, the economists presented their ideas and policy recommendations. The presentation impressed Suharto who immediately began setting them to work as a Team of Experts in the Field of Economics and Finance. On 3 October 1966, with their advice, Suharto announced a program to stabilise and rehabillitate the Indonesian economy. The effect was immediate as inflation left over from the Sukarno Presidency was drastically reduced from a peak of 650% in 1966 to 13% in 1969. The plan also began putting emphasis on infrastructure rehabillitation as well as developments in the field of agriculture. When Suharto finally became President in 1968, the Berkeley Mafia was rewarded by being given positions as Ministers in Suharto's Cabinet. From their positions, the Berkeley Mafia were able to influence economic policy and guide Indonesia to unprecedented economic growth.

The Berkeley Mafia's liberal approach towards economics were not looked upon favorably by all. Within the New Order, they encountered opposition from Generals such as Ali Murtopo, Ibnu Sutowo and Ali Sadikin whose economic approaches were more nationalistic in nature. With the beginning of the oil boom in the mid-70's, Suharto became inclined to throw his weight behind the economic nationalists and as a result, the Berkeley Mafia's powers were decreased.

Suharto would turn to the Berkeley Mafia again in the mid-1980s when the price of oil began to drop and with it, Indonesia's economic growth. The Berkeley Mafia presided over the liberalization, deregulation and as result, the new growth of the Indonesian economy. Once again, the Indonesian economy began to grow again and once again, the Berkeley Mafia encountered political opposition. This time their opponents were Sudharmono and Ginanjar Kartasasmita who advocated economic nationalism as well as BJ Habibie who wanted a technology-centred economic development. Just like the previous occasion, Suharto sided with the economic nationalists and the Berkeley Mafia's power weakened. Nevertheless, they somewhat retained their influence by virtue of Widjojo being kept on Government as an Economics Advisor.



Mafia Berkeley adalah 
istilah yang diberikan untuk kelompok berpendidikan AS-ekonom Indonesia yang upaya membawa Indonesia kembali dari kondisi ekonomi yang parah dan ambang kelaparan pada pertengahan tahun 1960-an. Mereka diangkat pada tahap awal dari 'Orde Baru' administrasi.Hampir tiga dasawarsa pertumbuhan ekonomi diikuti. Usaha mereka juga mulai jangka panjang AS-Indonesia kerjasama strategis, yang penting selama Perang Dingin. Bahasa Indonesia Buku yang berjudul "Mafia Berkeley" yang diajarkan Budiono dan Dorojatun Kuntcorojakti (keduanya Bahasa Indonesia) sebagai laki-laki istilah ini referensi.

Organisasi kelompok

Pada pertengahan 1950-an, para ekonom yang akan menjadi Mafia Berkeley masih mahasiswa di Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia (FEUI). Fakultas dipimpin oleh Sumitro Djojohadikusumo, seorang ekonom yang pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian dan Menteri Keuangan bagi Pemerintah. Sumitro, menjadi satu-satunya guru dengan doktor ekonomi harus berpaling kepada dosen asing dari Belanda dan dosen dari fakultas lain untuk membantu dalam mendidik para mahasiswa di FEUI.

Seperti tumbuh ketegangan antara Indonesia dan Pemerintah Belanda atas Irian Barat (sekarang dikenal sebagai Papua Barat), dosen Belanda mulai meninggalkan negara. Sumitro menoleh ke Ford Foundation untuk bantuan. The Ford Foundation kemudian mulai proses di mana siswa dari FEUI yang dipilih untuk melakukan studi di luar negeri di University of California, Berkeley. Ford Foundation Setelah melakukan beberapa persiapan awal, studi di luar negeri-program ini dimulai pada tahun 1957. Pada awal 1960-an, semua siswa yang telah dikirim ke luar negeri telah kembali dari Berkeley dan mulai mengambil posisi sebagai dosen di Staf dan Komando Angkatan Darat College (SESKOAD).

Asosiasi dengan Orde Baru

Pada tahun 1966, Jenderal Suharto mengambil alih kontrol eksekutif di Indonesia dari Presiden Sukarno berdasarkan Supersemar. Meskipun dia tidak akan menjadi Presiden selama dua tahun, Soeharto mulai meletakkan dasar bagi apa yang akan menjadi rezim Orde Baru. Pada akhir Agustus 1966, Soeharto mengadakan seminar di SESKOAD untuk mendiskusikan masalah-masalah politik dan ekonomi dan cara di mana pendekatan Orde Baru akan masalah ini. Para ekonom FEUI, yang dipimpin oleh Widjojo Nitisastro menghadiri seminar.

Selama seminar, para ekonom mempresentasikan ide-ide dan rekomendasi kebijakan. Suharto terkesan presentasi yang segera mulai membuat mereka untuk bekerja sebagai Tim Ahli di Bidang Ekonomi dan Keuangan. Pada tanggal 3 Oktober 1966, dengan saran mereka, Soeharto mengumumkan sebuah program untuk menstabilkan dan rehabillitate perekonomian Indonesia. Efeknya inflasi langsung sebagai tersisa dari presiden Sukarno ini drastis menurun dari puncaknya sebesar 650% pada tahun 1966 menjadi 13% pada tahun 1969. Rencana juga mulai menempatkan penekanan pada rehabillitation infrastruktur serta perkembangan di bidang pertanian. Ketika akhirnya Soeharto menjadi presiden pada tahun 1968, Mafia Berkeley itu dihargai dengan diberi posisi sebagai Menteri dalam Kabinet Soeharto. Dari posisi mereka, Mafia Berkeley mampu mempengaruhi kebijakan ekonomi dan panduan Indonesia untuk pertumbuhan ekonomi belum pernah terjadi sebelumnya.

Mafia Berkeley pendekatan liberal terhadap ekonomi tidak memandang positif oleh semua. Dalam Orde Baru, mereka bertemu dengan oposisi dari seperti Jenderal Ali Moertopo, Ibnu Sutowo dan Ali Sadikin pendekatan ekonomi yang lebih nasionalistis di alam.Dengan awal booming minyak di pertengahan 70's, Soeharto menjadi cenderung melempar berat badannya di belakang nasionalis ekonomi dan sebagai hasilnya, kekuasaan Mafia Berkeley itu menurun.

Soeharto akan berpaling kepada Mafia Berkeley lagi pada pertengahan 1980-an ketika harga minyak mulai turun dan dengan itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mafia Berkeley memimpin liberalisasi, deregulasi dan sebagai akibatnya, pertumbuhan baru perekonomian Indonesia. Sekali lagi, perekonomian Indonesia mulai tumbuh lagi dan sekali lagi, Mafia Berkeley ditemui oposisi politik. Kali ini lawan mereka itu Sudharmono dan Ginanjar Kartasasmita yang mendukung nasionalisme ekonomi serta BJ Habibie yang menginginkan sebuah teknologi yang berpusat pada pembangunan ekonomi. Sama seperti kesempatan sebelumnya, Soeharto berpihak pada nasionalis ekonomi dan kekuasaan Mafia Berkeley melemah. Meskipun demikian, mereka agak mempertahankan pengaruh mereka berdasarkan Widjojo yang terus Pemerintah sebagai Penasihat Ekonomi.






faisal zulmi

28 Februari 2010

Ilmu politik


Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
  • politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
  • politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
  • politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
  • politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.



Ilmu politik adalah cabang ilmu sosial yang membahas teori dan praktik politik serta deskripsi dan analisa sistem politik dan perilaku politik. Ilmu ini berorientasi akademis, teori, dan riset.


Ilmuwan politik mempelajari alokasi dan transfer kekuasaan dalam pembuatan keputusan, peran dan sistem pemerintahan termasuk pemerintah dan organisasi internasional, perilaku politik dan kebijakan publik. Mereka mengukur keberhasilan pemerintahan dan kebijakan khusus dengan memeriksa berbagai faktor, termasuk stabilitas, keadilan, kesejahteraan material, dan kedamaian. Beberapa ilmuwan politik berupaya mengembangkan ilmu ini secara positif dengan melakukan analisa politik. Sedangkan yang lain melakukan pengembangan secara normatif dengan membuat saran kebijakan khusus.
Studi tentang politik diperumit dengan seringnya keterlibatan ilmuwan politik dalam proses politik, karena pengajaran mereka biasanya memberikan kerangka pikir yang digunakan komentator lain, seperti jurnalis, kelompok minat tertentu, politikus, dan peserta pemilihan umum untuk menganalisis permasalahan dan melakukan pilihan. Ilmuwan politik dapat berperan sebagai penasihat untuk politikus tertentu, atau bahkan berperan sebagai politikus itu sendiri. Ilmuwan politik dapat terlihat bekerja di pemerintahan, di partai politik, atau memberikan pelayanan publik. Mereka dapat bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau pergerakan politik. Dalam berbagai kapasitas, orang yang dididik dan dilatih dalam ilmu politik dapat memberi nilai tambah dan menyumbangkan keahliannya pada perusahaan. Perusahaan seperti wadah pemikir (think-tank), institut riset, lembaga polling dan hubungan masyarakat sering mempekerjakan ilmuwan politik.


Teori politik

Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.


Lembaga politik

Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola. Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi bisa formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.
Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.
Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.
Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.


Partai dan Golongan

 Hubungan Internasional

Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional.
Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia. Transparancy International laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar.
Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional sebagai tindakan multilateral dan bukan tindakan unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat PBB.
Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jendral PBB untuk beroperasi di daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.
Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap orang bisa menjadi aktor dan mempengaruhi jalannya politik baik di tingkat global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).

Masyarakat

adalah sekumpulan orang orang yang mendiami wilayah suatu negara.

Kekuasaan
 
Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.

Negara

negara merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933


Pemikir-pemikir politik

Mancanegara

Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik, modern maupun kontempoter antara lain adalah: Aristoteles, Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.

Perilaku politik

Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:
  • Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
  • Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
  • Ikut serta dalam pesta politik
  • Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
  • Berhak untuk menjadi pimpinan politik
  • Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

Sistem Politik

Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial. Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.
Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.
Namun dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang otoriter.

 Sejarah Politik
Sejarah politik adalah analisis peristiwa-peristiwa politik, narasi (oral history) , ide, gerakan dan para pemimpin yang biasanya disusun berdasarkan negara bangsa dan walaupun berbeda dengan ilmu bidang sejarah akan tetapi tetap berhubungan antara lain dengan bidang sejarah lain seperti sejarah sosial, sejarah ekonomi, dan sejarah militer.Secara umum, sejarah politik berfokus pada peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan negara-negara dan proses politik formal. Menurut Hegel, Sejarah Politik "adalah gagasan tentang negara dengan kekuatan moral dan spiritual di luar kepentingan materi pelajaran: itu diikuti bahwa negara merupakan agen utama dalam perubahan sejarah"  Ini salah satu perbedaan dengan, misalnya, sejarah sosial, yang berfokus terutama pada tindakan dan gaya hidup orang biasa, atau manusia dalam sejarah yang merupakan karya sejarah dari sudut pandang orang biasa.


Teori konspirasi / conspiracy theory

Teori persekongkolan atau teori konspirasi (dalam bahasa Inggris, conspiracy theory) adalah teori-teori yang berusaha menjelaskan bahwa penyebab tertinggi dari satu atau serangkaian peristiwa (pada umumnya peristiwa politik, sosial, atau sejarah) adalah suatu rahasia, dan seringkali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh sekelompok rahasia orang-orang atau organisasi yang sangat berkuasa atau berpengaruh. Banyak teori konspirasi yang mengklaim bahwa peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah telah didominasi oleh para konspirator belakang layar yang memanipulasi kejadian-kejadian politik.
Teori ini ada di seputaran gerak dunia global dan merambah hampir kesemua ranah kehidupan manusia. Dari urusan politik sampai makanan. Bagi orang yang tidak percaya selalu menganggap semua hanya olok-olok, mengada-ada, menyia-nyiakan waktu, kurang kerjaan, dan sebagainya. Bagi para penganutnya teori itu tidak serta-merta muncul mendunia tanpa ada yang menciptakan polanya.
Penganut teori ini pun terbelah dalam dua kubu utama. Kelompok pertama adalah mereka yang hanya percaya bahwa segala hal mungkin terjadi apabila ada dukungan argumentasi yang kuat, fakta akurat, data ilmiah, pendapat yang bisa diverifikasi kebenarannya, tokoh-tokoh yang nyata, sejarah yang memang ada dan bukan mitos, dan sebagainya. Kelompok ini percaya John F. Kennedy sebenarnya tidak tertembak, tetapi diselamatkan oleh makhluk angkasa luar, misalnya. Kelompok kedua adalah mereka yang percaya tanpa syarat alias mereka yang menganggap apapun yang terjadi sudah dirancang sedemikian rupa, yang acapkali menghubungkan dengan mitos, legenda, supranatural, dan sebagainya. Misalnya, mereka percaya bahwa peristiwa 11 September sudah dirancang sebagaimana yang terlihat pada lipatan uang kertas 20 dolar AS; di mana apabila kita melipat uang itu sedemikian rupa akan tercipta gambar menara kembar yang terbakar.