24 Maret 2010

The Berkeley Mafia









The Berkeley Mafia
was term given to a group of U.S.-educated Indonesian economists whose efforts brought Indonesia back from dire economic conditions and the brink of famine in the mid-1960s. They were appointed in the early stages of the 'New Order' administration. Almost three decades of economic growth followed. Their efforts also began long-term U.S.-Indonesian strategic cooperation, which was important during the Cold War. The Indonesian Book titled "Mafia Berkeley" taught Budiono and Dorojatun Kuntcorojakti (both of them are Indonesian) as the men this term references.

               
.                    Prof. Dr. Widjojo Nitisastro           Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo

Origins of the group
In the mid-1950s, the economists who would become the Berkeley Mafia were students at the Faculty of Economics at the University of Indonesia (FEUI). The faculty was headed by Sumitro Djojohadikusumo, an economist who had served as Minister of Trade and Industry and Minister of Finance for the Government. Sumitro, being the only teacher with an economics doctorate had to turn to foreign lecturers from Netherlands and lecturers from other faculties to assist in educating the students at FEUI....

  • Dorodjatun 
Kuntjoro-Jakti      
       atas     Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti       J.B. Sumarlin         Ali Wardhana   bawah


As tensions grew between Indonesia and the Dutch Government over West Irian (now known as West Papua), the Dutch lecturers began to leave the country. Sumitro turned to the Ford Foundation for assistance.The Ford Foundation then began a process where students from the FEUI were chosen to undertake overseas studies at the University of California, Berkeley. After the Ford Foundation conducted some preliminary preparations, the overseas-studies program began in 1957. By the early 1960s, all of the students who had been sent abroad had returned from Berkeley and had begun taking up positions as lecturers at the Army Staff and Command College (SESKOAD).

Association with the New Order

In 1966, General Suharto took over executive control in Indonesia from President Sukarno by virtue of Supersemar. Although he would not become President for another two years, Suharto began laying down the foundations for what would become the New Order regime. In late August 1966, Suharto held a seminar at SESKOAD to discuss political and economic matters and the way in which the New Order will approach these problems. The FEUI economists, headed by Widjojo Nitisastro attended the seminar.


During the seminar, the economists presented their ideas and policy recommendations. The presentation impressed Suharto who immediately began setting them to work as a Team of Experts in the Field of Economics and Finance. On 3 October 1966, with their advice, Suharto announced a program to stabilise and rehabillitate the Indonesian economy. The effect was immediate as inflation left over from the Sukarno Presidency was drastically reduced from a peak of 650% in 1966 to 13% in 1969. The plan also began putting emphasis on infrastructure rehabillitation as well as developments in the field of agriculture. When Suharto finally became President in 1968, the Berkeley Mafia was rewarded by being given positions as Ministers in Suharto's Cabinet. From their positions, the Berkeley Mafia were able to influence economic policy and guide Indonesia to unprecedented economic growth.

The Berkeley Mafia's liberal approach towards economics were not looked upon favorably by all. Within the New Order, they encountered opposition from Generals such as Ali Murtopo, Ibnu Sutowo and Ali Sadikin whose economic approaches were more nationalistic in nature. With the beginning of the oil boom in the mid-70's, Suharto became inclined to throw his weight behind the economic nationalists and as a result, the Berkeley Mafia's powers were decreased.

Suharto would turn to the Berkeley Mafia again in the mid-1980s when the price of oil began to drop and with it, Indonesia's economic growth. The Berkeley Mafia presided over the liberalization, deregulation and as result, the new growth of the Indonesian economy. Once again, the Indonesian economy began to grow again and once again, the Berkeley Mafia encountered political opposition. This time their opponents were Sudharmono and Ginanjar Kartasasmita who advocated economic nationalism as well as BJ Habibie who wanted a technology-centred economic development. Just like the previous occasion, Suharto sided with the economic nationalists and the Berkeley Mafia's power weakened. Nevertheless, they somewhat retained their influence by virtue of Widjojo being kept on Government as an Economics Advisor.



Mafia Berkeley adalah 
istilah yang diberikan untuk kelompok berpendidikan AS-ekonom Indonesia yang upaya membawa Indonesia kembali dari kondisi ekonomi yang parah dan ambang kelaparan pada pertengahan tahun 1960-an. Mereka diangkat pada tahap awal dari 'Orde Baru' administrasi.Hampir tiga dasawarsa pertumbuhan ekonomi diikuti. Usaha mereka juga mulai jangka panjang AS-Indonesia kerjasama strategis, yang penting selama Perang Dingin. Bahasa Indonesia Buku yang berjudul "Mafia Berkeley" yang diajarkan Budiono dan Dorojatun Kuntcorojakti (keduanya Bahasa Indonesia) sebagai laki-laki istilah ini referensi.

Organisasi kelompok

Pada pertengahan 1950-an, para ekonom yang akan menjadi Mafia Berkeley masih mahasiswa di Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia (FEUI). Fakultas dipimpin oleh Sumitro Djojohadikusumo, seorang ekonom yang pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian dan Menteri Keuangan bagi Pemerintah. Sumitro, menjadi satu-satunya guru dengan doktor ekonomi harus berpaling kepada dosen asing dari Belanda dan dosen dari fakultas lain untuk membantu dalam mendidik para mahasiswa di FEUI.

Seperti tumbuh ketegangan antara Indonesia dan Pemerintah Belanda atas Irian Barat (sekarang dikenal sebagai Papua Barat), dosen Belanda mulai meninggalkan negara. Sumitro menoleh ke Ford Foundation untuk bantuan. The Ford Foundation kemudian mulai proses di mana siswa dari FEUI yang dipilih untuk melakukan studi di luar negeri di University of California, Berkeley. Ford Foundation Setelah melakukan beberapa persiapan awal, studi di luar negeri-program ini dimulai pada tahun 1957. Pada awal 1960-an, semua siswa yang telah dikirim ke luar negeri telah kembali dari Berkeley dan mulai mengambil posisi sebagai dosen di Staf dan Komando Angkatan Darat College (SESKOAD).

Asosiasi dengan Orde Baru

Pada tahun 1966, Jenderal Suharto mengambil alih kontrol eksekutif di Indonesia dari Presiden Sukarno berdasarkan Supersemar. Meskipun dia tidak akan menjadi Presiden selama dua tahun, Soeharto mulai meletakkan dasar bagi apa yang akan menjadi rezim Orde Baru. Pada akhir Agustus 1966, Soeharto mengadakan seminar di SESKOAD untuk mendiskusikan masalah-masalah politik dan ekonomi dan cara di mana pendekatan Orde Baru akan masalah ini. Para ekonom FEUI, yang dipimpin oleh Widjojo Nitisastro menghadiri seminar.

Selama seminar, para ekonom mempresentasikan ide-ide dan rekomendasi kebijakan. Suharto terkesan presentasi yang segera mulai membuat mereka untuk bekerja sebagai Tim Ahli di Bidang Ekonomi dan Keuangan. Pada tanggal 3 Oktober 1966, dengan saran mereka, Soeharto mengumumkan sebuah program untuk menstabilkan dan rehabillitate perekonomian Indonesia. Efeknya inflasi langsung sebagai tersisa dari presiden Sukarno ini drastis menurun dari puncaknya sebesar 650% pada tahun 1966 menjadi 13% pada tahun 1969. Rencana juga mulai menempatkan penekanan pada rehabillitation infrastruktur serta perkembangan di bidang pertanian. Ketika akhirnya Soeharto menjadi presiden pada tahun 1968, Mafia Berkeley itu dihargai dengan diberi posisi sebagai Menteri dalam Kabinet Soeharto. Dari posisi mereka, Mafia Berkeley mampu mempengaruhi kebijakan ekonomi dan panduan Indonesia untuk pertumbuhan ekonomi belum pernah terjadi sebelumnya.

Mafia Berkeley pendekatan liberal terhadap ekonomi tidak memandang positif oleh semua. Dalam Orde Baru, mereka bertemu dengan oposisi dari seperti Jenderal Ali Moertopo, Ibnu Sutowo dan Ali Sadikin pendekatan ekonomi yang lebih nasionalistis di alam.Dengan awal booming minyak di pertengahan 70's, Soeharto menjadi cenderung melempar berat badannya di belakang nasionalis ekonomi dan sebagai hasilnya, kekuasaan Mafia Berkeley itu menurun.

Soeharto akan berpaling kepada Mafia Berkeley lagi pada pertengahan 1980-an ketika harga minyak mulai turun dan dengan itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mafia Berkeley memimpin liberalisasi, deregulasi dan sebagai akibatnya, pertumbuhan baru perekonomian Indonesia. Sekali lagi, perekonomian Indonesia mulai tumbuh lagi dan sekali lagi, Mafia Berkeley ditemui oposisi politik. Kali ini lawan mereka itu Sudharmono dan Ginanjar Kartasasmita yang mendukung nasionalisme ekonomi serta BJ Habibie yang menginginkan sebuah teknologi yang berpusat pada pembangunan ekonomi. Sama seperti kesempatan sebelumnya, Soeharto berpihak pada nasionalis ekonomi dan kekuasaan Mafia Berkeley melemah. Meskipun demikian, mereka agak mempertahankan pengaruh mereka berdasarkan Widjojo yang terus Pemerintah sebagai Penasihat Ekonomi.






faisal zulmi

28 Februari 2010

Ilmu politik


Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
  • politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
  • politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
  • politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
  • politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.



Ilmu politik adalah cabang ilmu sosial yang membahas teori dan praktik politik serta deskripsi dan analisa sistem politik dan perilaku politik. Ilmu ini berorientasi akademis, teori, dan riset.


Ilmuwan politik mempelajari alokasi dan transfer kekuasaan dalam pembuatan keputusan, peran dan sistem pemerintahan termasuk pemerintah dan organisasi internasional, perilaku politik dan kebijakan publik. Mereka mengukur keberhasilan pemerintahan dan kebijakan khusus dengan memeriksa berbagai faktor, termasuk stabilitas, keadilan, kesejahteraan material, dan kedamaian. Beberapa ilmuwan politik berupaya mengembangkan ilmu ini secara positif dengan melakukan analisa politik. Sedangkan yang lain melakukan pengembangan secara normatif dengan membuat saran kebijakan khusus.
Studi tentang politik diperumit dengan seringnya keterlibatan ilmuwan politik dalam proses politik, karena pengajaran mereka biasanya memberikan kerangka pikir yang digunakan komentator lain, seperti jurnalis, kelompok minat tertentu, politikus, dan peserta pemilihan umum untuk menganalisis permasalahan dan melakukan pilihan. Ilmuwan politik dapat berperan sebagai penasihat untuk politikus tertentu, atau bahkan berperan sebagai politikus itu sendiri. Ilmuwan politik dapat terlihat bekerja di pemerintahan, di partai politik, atau memberikan pelayanan publik. Mereka dapat bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau pergerakan politik. Dalam berbagai kapasitas, orang yang dididik dan dilatih dalam ilmu politik dapat memberi nilai tambah dan menyumbangkan keahliannya pada perusahaan. Perusahaan seperti wadah pemikir (think-tank), institut riset, lembaga polling dan hubungan masyarakat sering mempekerjakan ilmuwan politik.


Teori politik

Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.


Lembaga politik

Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola. Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi bisa formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.
Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.
Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.
Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.


Partai dan Golongan

 Hubungan Internasional

Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional.
Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia. Transparancy International laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar.
Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional sebagai tindakan multilateral dan bukan tindakan unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat PBB.
Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jendral PBB untuk beroperasi di daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.
Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap orang bisa menjadi aktor dan mempengaruhi jalannya politik baik di tingkat global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).

Masyarakat

adalah sekumpulan orang orang yang mendiami wilayah suatu negara.

Kekuasaan
 
Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.

Negara

negara merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933


Pemikir-pemikir politik

Mancanegara

Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik, modern maupun kontempoter antara lain adalah: Aristoteles, Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.

Perilaku politik

Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:
  • Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
  • Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
  • Ikut serta dalam pesta politik
  • Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
  • Berhak untuk menjadi pimpinan politik
  • Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

Sistem Politik

Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial. Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.
Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.
Namun dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang otoriter.

 Sejarah Politik
Sejarah politik adalah analisis peristiwa-peristiwa politik, narasi (oral history) , ide, gerakan dan para pemimpin yang biasanya disusun berdasarkan negara bangsa dan walaupun berbeda dengan ilmu bidang sejarah akan tetapi tetap berhubungan antara lain dengan bidang sejarah lain seperti sejarah sosial, sejarah ekonomi, dan sejarah militer.Secara umum, sejarah politik berfokus pada peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan negara-negara dan proses politik formal. Menurut Hegel, Sejarah Politik "adalah gagasan tentang negara dengan kekuatan moral dan spiritual di luar kepentingan materi pelajaran: itu diikuti bahwa negara merupakan agen utama dalam perubahan sejarah"  Ini salah satu perbedaan dengan, misalnya, sejarah sosial, yang berfokus terutama pada tindakan dan gaya hidup orang biasa, atau manusia dalam sejarah yang merupakan karya sejarah dari sudut pandang orang biasa.


Teori konspirasi / conspiracy theory

Teori persekongkolan atau teori konspirasi (dalam bahasa Inggris, conspiracy theory) adalah teori-teori yang berusaha menjelaskan bahwa penyebab tertinggi dari satu atau serangkaian peristiwa (pada umumnya peristiwa politik, sosial, atau sejarah) adalah suatu rahasia, dan seringkali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh sekelompok rahasia orang-orang atau organisasi yang sangat berkuasa atau berpengaruh. Banyak teori konspirasi yang mengklaim bahwa peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah telah didominasi oleh para konspirator belakang layar yang memanipulasi kejadian-kejadian politik.
Teori ini ada di seputaran gerak dunia global dan merambah hampir kesemua ranah kehidupan manusia. Dari urusan politik sampai makanan. Bagi orang yang tidak percaya selalu menganggap semua hanya olok-olok, mengada-ada, menyia-nyiakan waktu, kurang kerjaan, dan sebagainya. Bagi para penganutnya teori itu tidak serta-merta muncul mendunia tanpa ada yang menciptakan polanya.
Penganut teori ini pun terbelah dalam dua kubu utama. Kelompok pertama adalah mereka yang hanya percaya bahwa segala hal mungkin terjadi apabila ada dukungan argumentasi yang kuat, fakta akurat, data ilmiah, pendapat yang bisa diverifikasi kebenarannya, tokoh-tokoh yang nyata, sejarah yang memang ada dan bukan mitos, dan sebagainya. Kelompok ini percaya John F. Kennedy sebenarnya tidak tertembak, tetapi diselamatkan oleh makhluk angkasa luar, misalnya. Kelompok kedua adalah mereka yang percaya tanpa syarat alias mereka yang menganggap apapun yang terjadi sudah dirancang sedemikian rupa, yang acapkali menghubungkan dengan mitos, legenda, supranatural, dan sebagainya. Misalnya, mereka percaya bahwa peristiwa 11 September sudah dirancang sebagaimana yang terlihat pada lipatan uang kertas 20 dolar AS; di mana apabila kita melipat uang itu sedemikian rupa akan tercipta gambar menara kembar yang terbakar.

22 Desember 2009

Menipisnya Alokasi IP v4 dan Migrasi ke IP v6





keberadaan internet dewasa ini 
           memiliki peranan yang cukup penting, baik untuk keperluan bisnis maupun pribadi, begitu pentingnya hingga setiap perkembangannya selalu menjadi topik utama dalam APRICOT, yang diikuti oleh komunitas internet dan teknologi IP se Asia Pasific




solusi total untuk keterbatasan alamat IP adalah dengan mengganti alamat IP V4 yang hanya bisa menyediakan 4 miliar alamat menjadi IP V6 yang secara teoritis dapat menyediakan maksimal 2.128 miliar alamat.



Ajang pertemuan para pakar Internet Asia Pasific Regional Internet Conference on Operational Technology (APRICOT) merupakan ajang pertemuan tahunan semua komunitas Internet dan teknologi IP dari level policy maker,technology owner, akademisi hingga hands on engineer untuk melihat perkembangan teknologi IP dan internet secara obyektif berdasarkan realisasi operasional dan solusi best practice.

           dalam konfrensi ini, antusiasme komunitas internet dan teknologi IP tampaknya terus meningkat. peserta yang datang tak lagi hanya perwakilan perusahaan di wilayah Asia Pasific, tetapi juga beberapa organisasi internet antara lain content provider seperti Google, Tier 1 provider , Tier 2 provider hingga ISP.

APNIC, APIA, ARIN, ICANN, NANOG, serta perwakilan dari setiap negara mulai dari Arab hingga Amerika Serikat.




             Beberapa operator jaringan telekomunikasi, ISP maupun system integrator dari indonesia turut hadir pada ajang APRICOT ini antara lain Telkom, Indosat, Telkomsel, CBN, IDC, Praweda, ICON dan beberapa provider telekomunikasi yang ingin melakukan update perkembangan internet secara global ini




Knowledge Sharing dan Tutorial 
           selain konferensi, pertemuan ini juga dijadikan ajang jitu berbagi pengetahuan antar peserta dengan menggelar workshop hands on operational teknologi IP dan internet, tutorial training 

singkat perkembangan teknologi IP dan internet, serta open policy meeting untuk menentukan kebijakan internet seperti alokasi alamat IP untuk publik dan asia broadband  meeting yang berisi update perkembangan service berbasis IP di asia.
     
hampir semua negara melakukan update kondisi Internet Exchange (IX) mulai Amsterdam Internet Exchange yang memiliki throughput trafik terbesar  di eropa hingga lebih dari 400 Gbps, India IX, Taiwan IX, Indonesia IX, yang diwakili oleh APJII hingga philippine IX yang baru saja membagun IX tahun lalu.

keuntungan dengan adanya IX ini adalah koneksi antara operator dalam suatu area dapat langsung dilakukan dengan peering tanpa harus melalui pihak ketiga sehingga mengurangi cost operational sekaligus mempercepat penetrasi internet lokal.

                 pengembangan IPv6  (internet protocol versi 6) sendiri, sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1998 dengan dikenalkannya IETF RFC 2460 mengenai spesifikasi IPv6. saat ini sudah banyak operator maupun pengguna yang dapat mengaplikasikan IPv6, hanya saja sosialisasinya yang masih kurang. IPv6 menjadi krusial karena teknologi jaringan IP yang biasa kita gunakan sehari-hari atau dinamakan Internet Protocol versi 4 (IPv40) memiliki keterbatasan jumlah IP address untuk melayani pertumbuhan internet yang semakin pesat. alamat IPv4 ini yang dapat melayani sekitar 4 miliar alamat ini dirasakan kurang. negara-negara dengan penetrasi internet yang tinggi seperti korea dan jepang mulai merasakan berkurangnya alokasi IPv4 untuk pengguna secara signifikan. hal ini karena dibutuhkan minimal 1 alamat IPv4 publik untuk pengguna internet


          
           saat ini menurut prediksi beberapa ahli, alokasi IPv4 ditingkat IANA, organisasi yang bertanggung jawab terhadap alokasi IP ditingkat dunia akan habis pada tahun 2010, aokasi pada tingkat regional akan habis pada tahun 2011. pada sesi diskusi Asia Pasifik Network Information Center (APNIC), disampaikan juga mengenai ide pembatasan alokasi Ipv4 untuk setiap negara.



             Ditjen POSTEL Indonesia sendiri menyatakan bahwa keterbatasan IP address ini akan menjadi penghambat penetrasi internet. solusi total untuk keterbatasan alamat IP tersebut adalah mengganti alamat IPv4 yang hanya bisa menyediakan 4 miliar alamat menjadi IPv6 yang secara teoritis dapat menyediakan maksimal 2.128 miliar alamat. suatu alokasi yang sangat besar untuk beberapa masa kedepan.



          hal tersebut perlu diantisipasi oleh setiap operator walaupun memang strategi penerapan IPv6 ini bukan strategi jangka pendek tetapi harus direncanakan secara sistematis mulai dari business plan, pendalaman teknologi, penetration test, strategi transisi alamat IP dan strategi pengembangan full IPv6.


faisal zulmi At-tamimi


27 Oktober 2009

MARK ZUCKERBERG





KISAH SUKSES MARK ZUCKERBERG
MILIARDER TERMUDA PENGGAGAS FACEBOOK.COM






Sahabat pernah mendengar situs jaringan pertemanan Friendster & Facebook??

Konon, melalui situs tersebut, banyak orang-orang yang lama tak bersatu, bisa kembali bersatu, reunian, dan bahkan berjodoh. Karena itulah, situs pertemanan itu beberapa waktu lalu sempat sangat popular. Karena itu, tak heran jika setelah era suksesnya Friendster, berbagai situs jaringan pertemanan bermunculan. Salah satunya adalah Facebook.

Facebook ini sebenarnya dibuat sebagai situs jaringan pertemanan terbatas pada kalangan kampus pembuatnya, yakni Mark Zuckerberg. Mahasiswa Harvard University tersebut-kala itu-mencoba membuat satu program yang bisa menghubungkan teman-teman satu kampusnya. Karena itulah, nama situs yang digagas oleh Mark adalah Facebook. Nama ini ia ambil dari buku Facebook, yaitu buku yang biasanya berisi daftar anggota komunitas dalam satu kampus. Pada sejumlah college dan sekolah preparatory di Amerika Serikat, buku ini diberikan kepada mahasiswa atau staf fakultas yang baru agar bisa lebih mengenal orang lain di kampus bersangkutan.



Pada sekitar tahun 2004, Mark yang memang hobi mengotak-atik program pembuatan website berhasil menulis kode orisinal Facebook dari kamar asramanya. Untuk membuat situs ini, ia hanya butuh waktu sekitar dua mingguan. Pria kelahiran Mei 1984 itu lantas mengumumkan situsnya dan menarik rekan-rekannya untuk bergabung. Hanya dalam jangka waktu relatif singkat-sekitar dua minggu, Facebook telah mampu menjaring dua per tiga lebih mahasiswa Harvard sebagai anggota tetap.

Mendapati Facebook mampu menjadi magnet yang kuat untuk menarik banyak orang bergabung, ia memutuskan mengikuti jejak seniornya, Bill Gates memilih drop out untuk menyeriusi situsnya itu. Bersama tiga rekannya Andrew McCollum, Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes Mark kemudian membuka keanggotaan Facebook untuk umum.

Mark ternyata tak sekadar nekad. Ia punya banyak alasan untuk lebih memilih menyeriusi Facebook. Mark dan rekannya berhasil membuat Facebook jadi situs jaringan pertemanan yang segera melambung namanya, mengikuti tren Friendster yang juga berkembang kala itu. Namun, agar punya nilai lebih, Mark pun mengolah Facebook dengan berbagai fitur tambahan. Dan, sepertinya kelebihan fitur inilah yang membuat Facebook makin digemari. Bayangkan, Ada 9.373 aplikasi yang terbagi dalam 22 kategori yang bisa dipakai untuk menyemarakkan halaman Facebook, mulai chat, game, pesan instan, sampai urusan politik dan berbagai hal lainnya. Hebatnya lagi, sifat keanggotaan situs ini sangat terbuka. Jadi, data yang dibuat tiap orang lebih jelas dibandingkan situs pertemanan lainnya. Hal ini yang membuat orang makin nyaman dengan Facebook untuk mencari teman, baik yang sudah dikenal ataupun mencari kenalan baru di berbagai belahan dunia. 




Sejak kemunculan Facebook tahun 2004 silam, anggota terus berkembang pesat. Prosentase kenaikannya melebihi seniornya, Friendster. Situs itu tercatat sudah dikunjungi 60 juta orang dan bahkan Mark Zuckerberg berani menargetkan pada tahun 2009 ini, angka tersebut akan mencapai 250 juta anggota.

Dengan berbagai keunggulan dan jumlah peminat yang luar biasa, Facebook menjadi ‘barang dagangan' yang sangat laku. Tak heran, raksasa software Microsoft pun tertarik meminangnya. Dan, konon, untuk memiliki saham hanya 1,6 persen saja, Microsoft harus mengeluarkan dana tak kurang dari US$ 240 juta. Ini berarti nilai kapitalisasi saham Facebook bisa mencapai US$15 miliar! Tak heran, Mark kemudian dinobatkan sebagai miliarder termuda dalam sejarah yang memulai dari keringatnya sendiri.



Niat Mark Zuckerberg untuk sekadar‘menyatukan' komunitas kampusnya dalam sebuah jaringan ternyata berdampak besar. Hal ini telah mengantar pria yang baru berusia 23 tahun ini menjadi miliarder termuda dalam sejarah. Sungguh, kejelian melihat peluang dan niatan baiknya ternyata mampu digabungkan menjadi sebuah nilai tambah yang luar biasa. Ini menjadi contoh bagi kita, bahwa niat baik ditambah perjuangan dan ketekunan dalam menggarap peluang akan melahirkan kesempatan yang dapat mengubah hidup makin bermakna. 



fheisal zulmi













........

25 Oktober 2009

fheisal zulmi




Goodbye Facebook, Welcome Twitter ?


Fenomena merebaknya jejaring sosial maya atau virtual social networking silih tumbuh berganti. Friendster dan MySpace yang sempat jadi candu masyarakat dunia, kini mulai ditinggalkan seiring kemunculan Facebook. Social networking yang dibangun oleh Mark Zuckerberg itu kini telah berhasil mengajak sekitar 250 juta orang untuk bergabung didalamnya.

 

Ada fenomena lebih menawan disamping jumlah penggunanya. Dulu pengguna Facebook adalah remaja-remaja tanggung, tetapi kini kelompok terbesar yang menjadi anggota Facebook adalah para wanita di atas usia 55 tahun, bahkan anggota yang umurnya antara 45 sampai 65 tahun terus bertambah, melebihi para ABG berusia 13-17.

250 juta orang sungguh bukan angka yang kecil. Bandingkan saja dengan penduduk Indonesia, angkanya jelas lebih besar dan berpotensi terus menanjak. Konon asset Facebook mencapai 15 miliar dolar AS, yang diperkirakan berasal dari perusahaan-perusahaan pengelola dana dan pasar sekunder dimana saham-saham milik karyawan diperjualbelikan.

Namun, ada tangisan sesal dibalik valuasi asset 15 miliar dolar AS yang tersirat dari investasi 240 juta dolar AS yang dibenamkan Microsoft untuk mendapatkan 1,6 persen saham Facebook pada Oktober 2007. Valuasi ini menyurut gara-gara resesi finansial global.

 

Sebagai raksasa jejaring sosial maya, Facebook kini menghadapi ancaman yang tidak ringan. Uniknya ancaman itu datang bukan dari lawan yang sepadan. Twitter yang dikenal sebagai microbloging perlahan tapi pasti, eksistensinya mulai menggerus popularitas Facebook. Dalam banyak hal Twitter itu antitesis dari Facebook, yaitu sebuah komunitas tersebar yang mengerjakan satu hal sederhana yang dijembatani cara-cara dan kemungkinan-kemungkinan yang maha luas.

Secara tampilan, Twitter jauh lebih sederhana dan simple dibanding Facebook. Tapi jangan salah, rupanya tampilannya yang sederhana dan akses update yang super cepat, membuat situs-situs share populer maupun perusahaan-perusahaan besar lebih suka update dengan Twitter.

Dimata Facebook, kelebihan yang dimiliki Twitter dianggap cukup membahayakan. Karena itu Mark Zuckerberg dan kawan-kawan tengah memodifikasi 2 fitur penting yang disebut-sebut menjiplak Twitter. Fitur yang dimaksud itu adalah ‘Connects me as a fan’ yang mirip fungsinya dengan followers pada Twitter. Pengguna akan diberikan notifikasi tertentu ketika seorang temannya mengaktivasi fitur tersebut. Diyakini fitur ini akan dapat membantu dan menguntungkan pengguna Twitter dalam menikmati Facebook.

Modifikasi lainnya, yakni perubahan nama halaman ‘All Friends’ menjadi ‘All Connections’. Perubahan yang terlihat mungkin kecil, tetapi dengan begitu perbedaan antara Facebook Profiles dan Facebook Pages menjadi nyaris tidak ada. Keunggulan fitur baru ini adalah kemampuannya menambah Facebook Page ke dalam friend list, yang artinya memungkinkan berita-berita terbaru dari user maupun grup masuk ke halaman update Anda.

Mampukah Twitter menggilas Facebook ? Memang agak berbeda pasarnya, kalau Twitter lebih spesifik ke microblogging, jadi fasilitas utamanya adalah mengupdate post atau status. Adapun Facebook lebih kompleks, jejaring sosial dengan segala fasilitasnya, aplikasi, chatting, gift, poke, dan lain sebagainya. Untuk di Indonesia, Facebook tampaknya masih akan digandrungi, sebab di Twitter belum dilengkapi fitur foto. Maklum masyarakat kita kebanyakan dikenal suka tampil, kalau tidak dibilang narsis.

 

19 Oktober 2009






Senin, 19 Oktober 2009 | 03:34 WIB

Barangkali tidak ada Yahudi yang membuat sewot Israel selama 60 tahun terakhir, kecuali Yahudi asal Afrika Selatan, Richard Goldstone. Dia memimpin tim pencari fakta PBB soal serangan Israel di Jalur Gaza, 27 Desember 2008-18 Januari 2009. Tim itu menuduh Israel melakukan kejahatan perang.

Perang tersebut menewaskan 1.400 warga Palestina dan mencederai 5.000 lebih warga.

Hasil laporan tim pimpinan Goldstone itu membuat Israel, Palestina, dan bahkan masyarakat internasional terperangah antara mengutuk dan memuji.

Goldstone adalah hakim berkulit pulit asal Afrika Selatan berdarah Yahudi yang lahir pada 26 Oktober 1938. Ia memiliki seorang istri, dua anak perempuan, serta lima cucu. Dia meraih gelar sarjana hukum dengan nilai istimewa dari Universitas Witwatersrand, Johannesburg, tahun 1962.

Goldstone memulai karier sebagai pengacara di Afrika Selatan dan ditunjuk sebagai hakim agung pada Mahkamah Agung di era pemerintah apartheid. Ia memimpin penyidikan kekerasan politik pemerintah apartheid.

Saat menjabat sebagai Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela juga menunjuk Goldstone sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi, 1994-2003. Goldstone juga dipercaya menjadi anggota tim penyusunan konstitusi baru Afrika Selatan pada masa itu. Dia pernah memimpin komite pelaksana peralihan kekuasaan dari pemerintah apartheid ke demokrasi dan meluncurkan undang-undang yang melemahkan pemerintah apartheid.

Ia kini tercatat sebagai Ketua Lembaga Nasional Pencegahan Kejahatan dan Program Rehabilitasi Pelaku Kriminal. Goldstone juga memimpin Dewan HAM Afrika Selatan dan memimpin dalam 25 tahun terakhir ini lembaga persahabatan Universitas Hebrew di Afrika Selatan.

Di luar Afrika Selatan, Goldstone dipercaya sebagai jaksa Mahkamah Internasional yang bertugas melakukan penyidikan soal kejahatan perang di Yugoslavia dan Rwanda dari tahun 1994 hingga 1996. Ia juga anggota komite internasional yang dibentuk Pemerintah Argentina untuk menyelidiki aktivitas Nazi di Argentina pada 1938. Sejak 1999 hingga 2001, Goldstone memimpin tim penyidik internasional di Kosovo.

Pada tahun 2004, Sekjen PBB Kofi Annan menunjuk Goldstone memimpin proses penyidikan kasus korupsi berkaitan dengan program minyak dengan bantuan pangan di Irak pada era Saddam Hussein. Goldstone dikenal rajin menulis artikel tentang hukum internasional di berbagai media dan jurnal internasional. Ia pernah menjadi profesor tamu di Universitas Harvard dan New York.

Ancaman pembunuhan

Tugas paling sulit adalah ketika dia ditunjuk memimpin tim pencari fakta di Jalur Gaza. Kisahnya, pada 12 Januari 2009, Dewan HAM PBB mengeluarkan resolusi mengutuk agresi Israel di Jalur Gaza.

Israel dituduh melakukan kejahatan perang di Jalur Gaza.

Resolusi itu menginstruksikan pembentukan tim pencari fakta soal pelanggaran Israel. Hal ini didukung 33 negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin; 13 negara Eropa abstain; dan satu negara (Kanada) menolak.

Pada 3 April 2009, Goldstone ditunjuk memimpin tim pencari fakta di Jalur Gaza itu.

Goldstone terkejut dan berat hati ketika dipercaya memimpin tim pencari fakta. Kepada wartawan di Geneva saat itu, dia mengatakan, tim yang dipimpinnya akan mengevaluasi semua pelanggaran hak asasi manusia di Israel dan Jalur Gaza.

Israel menolak bekerja sama dengan tim Goldstone meski ia seorang Yahudi dan salah satu putrinya tinggal lama di Israel. Goldstone sering berkunjung ke Israel.

Penolakan Israel membuat tim Goldstone memasuki Jalur Gaza lewat Mesir. Goldstone dan timnya masuk Jalur Gaza dua kali, yakni pada 30 Mei-6 Juni 2009, dan 25 Juni-1 Juli 2009.

Goldstone menggelar beberapa pertemuan dengan korban agresi Israel dan bertemu pakar Palestina untuk menanyakan dampak kejiwaan dan sosial akibat agresi Israel itu. Goldstone juga melihat wajah dan mendengar langsung suara korban.

”Ini penting karena tidak cukup hanya membaca cerita dan statistik. Saya ingin melihat langsung dampak kejiwaan pada anak-anak. Saya juga ingin melakukan itu untuk di Israel Selatan akibat serangan roket Palestina,” ungkap Goldstone.

Sekembali dari Jalur Gaza, Goldstone menyatakan terkejut melihat kehancuran dan penderitaan warga Palestina.

Di Israel, Goldstone dicegah mengadakan pertemuan dengan siapa pun. Akhirnya, Goldstone menggelar pertemuan di Geneva pada 6 Juli 2009, dengan sejumlah warga Israel yang menderita akibat tembakan roket Hamas dari Jalur Gaza.

Pejabat urusan penerangan UNRWA (Badan Bantuan Sosial dan Pekerja PBB) di wilayah Palestina, Adnan Abu Hasanah, melukiskan, Goldstone adalah sosok yang tenang, bersih, disiplin dan profesional, serta dihormati, termasuk oleh para korban maupun tamu. Abu Hasanah bertemu dua kali dengan Goldstone di Jalur Gaza. Ia menyebut Goldstone sangat teliti dan selalu mencari hal-hal detail.

Nicole, salah seorang putri Goldstone yang pernah hidup di Israel, mengungkapkan, ayahnya telah meringankan tuduhan yang diusung tim pencari fakta terhadap Israel.

”Kalau tidak ada ayah, niscaya laporan tim pencari fakta itu lebih keras dan berbahaya,” ungkap Nicole Goldstone dalam wawancara dengan Radio militer Israel.

Seperti dimaklumi, Goldstone mendapat kecaman keras di Israel. Seorang ekstremis Yahudi mengancam akan membunuhnya. Nicole mengatakan, Goldstone menerima memimpin tim pencari fakta itu dengan tujuan bisa membantu mewujudkan perdamaian di Timur Tengah.

fz

17 Oktober 2009

Cultural strategy of rural Islam





 

Cultural strategy of rural Islam



Munjid's article "Thick Islam and Deep Islam" is interesting to discuss. He stated that rural Muslims practice Islam as culture and tradition and this is what he defined as deep Islam.
In contrast, he compared them to urban Muslims who perform Islam more as identity (thick Islam). Rural Muslims are successfully uniting Islamic teachings with their local culture and emphasizing the substance of Islam such as human rights, elimination of poverty, injustice, economy, and education.
Hilman's article entitled "Cosmopolitan Muslims: Urban vs Rural Phenomenon" (Oct. 2009) responded to these ideas critically. For Hilman, thick Islam and deep Islam are neither urban nor rural phenomena.
I would like to critically explore rural Muslims from a historical perspective. In my view, what has been explained by Munjid about rural Islam is biased. He neglected several important factors that have shaped the outlook of rural Muslims. He directly concluded that pesantrens (Islamic boarding schools) were the determinant factor influencing the practice of rural Islam as a culture.
In my view, the form of Islam in rural areas, especially in Java, has been influenced by a complex interaction between political interests, cultural contests and the supremacy of Javanese identity. In the early time of Islamic development in Java, Javanese Muslims still emphasized boundaries between Islam and Javanese traditions. They called on Muslims to abandon local traditions (Ricklefs, 2006).
Gradually, the boundaries become unclear. As far as I am concerned, pesantren were not the prominent agency that was obscuring the boundaries. Kings were the actors who played an important role in smudging the boundaries. Sultan Agung, the king of Mataram who lived in the 17th century, was one of the kings that attempted to reconcile Javanese traditions with Islam.
He combined the Islamic calendar with the Javanese calendar. On the one hand, it seems that as the king of Mataram in which Javanese customs were strongly held, he needed to appreciate these traditions in order to strengthen his legitimacy. On the other hand, as shown from label as a sultan from Mecca, he had a close relationship with Muslims.
In addition, most Javanese elites who are described by Ricklefs as abangan (Javanese elites), disliked Muslims. There are three important books that can be mentioned here: Babad Kedhiri, Suluk Gatholoco, and Serat Dermagandul, which were published in the 18th and 19th centuries.
These books depicted abangan's hatred toward Muslims. Babad Kedhiri, for instance, mentioned that "Islam is a tragedy for Javanese" (2007:189). Suluk Gatholoco stated that "Allah is stupid and has no budi" (moral values from Buddhism). In addition the book said it was the Budha age that was truly Javanese (2007:195). While Serat Dermagandhul asserted that "if you adhere to the religion of the walis (Muslim clerics), you should go far away to Arabia and join people there" (2007:198).
These books indicate that Islam faced hostile response from Javanese elites. That is why Muslim elites, mostly kings, reconciled Islam and Javanese tradition. Based on these findings, we understand why Wali Songo preached Islam with local culture (Javanese tradition). The main problems faced by rural Muslims were not secularization and modernization, but the supremacy of Javanese traditions. It also indicates that rural Islam needed a long time to be successful. Therefore, the different social political context is one of the important factors influencing the way rural Muslims perform Islam.
This is different to what urban Muslims faced. They negotiated Islam with secularism. So far, urban Muslims are divided in various forms. Some of them become fundamentalists. They tried to revive Islam as performed in the early time of Islamic development. They rejected secularism and to some extent modernity as well.
Other urban Muslims emphasized spirituality. They attempted to overcome the challenge of alienating secular life. And the rest become progressive-liberal. They are able to negotiate Islam and secularism. Therefore urban Muslims have different characters of Islamic understanding.
Compared to urban Muslims, rural Muslims were late to struggle with secularism and modernity, at least, after Indonesian independence. In the 1950s, rural Islam represented by Nahdlatul Ulama (NU) had difficulty with modernity (Clifford Geertz, 1960:162-198). Some younger NU activists often called the members to study secular (modern) disciplines.
They were disappointed with conservatism performed by pesantrens that only taught religious subjects such as fiqh, tafsir, and tasawuf.
Unfortunately, conservatism and traditionalism were hegemonic within NU's mainstream. Moreover, in the early time of its development, NU paid no attention to modern problems such as labor problems and the emancipation of women. The emergence of modern or progressive thoughts of rural Muslims only appeared in the 1980s, after the urbanization of rural Muslims began to study secular subjects in urban universities.
It is important to note that the development of a society is determined by their interaction with its social condition, and their individual awareness that is shaped by their social relationship with others. The progress is not uniform and linear. There is always contestation and negotiation. Rural Muslims are lucky to have progressive "young" ulemas who are able to provide space for negotiation and dialogue about Islam, Javanese traditions and modernity.



faisal zulmi At-tamimi

11 Oktober 2009

W S Rendra: Megat Ruh





PENGANTAR

 


10 November lalu adalah hari Pahlawan. Ada sebuah peristiwa budaya yang barangkali termasuk langka. Dramawan Rendra yang sudah mulai uzur, tampil menyampaikan pidatonya seusai pengamat ABRI, Dr. Salim Said dan Gubernur DKI Sutiyoso. Wartawan Bernas, Willy Pramudya yang hadir pada acara yang berlangsung di Taman Ismail Marzuki menurunkan kutipan pidato itu untuk pecinta budaya. 











Ya. Inilah judul pidato kebudayaan saya malam ini. Megatruh. Megat-ruh. Megat artinya memutus. Jadi: megatruh adalah memutus ruh. Suasana dukacita yang mendalam. Bukan suasana perasaan semata, tetapi suasana ruh yang putus dan berada dalam alam kelam.Mengapa begitu ?



O, AKAL SEHAT JAMAN INI !
BAGAIMANA MESTI KUSEBUT KAMU ?
KALAU LELAKI KENAPA SEPERTI KUWE LAPIS ?
KALAU PEREMPUAN KENAPA TIDAK KEIBUAN ?
DAN KALAU BANCI KENAPA TIDAK PUNYA KEULETAN ?
AKU MENAHAN AIR MATA
PUNGGUNGKU DINGIN
TETAPI AKU MESTI MELAWAN
KARENA AKU MENOLAK BERSEKUTU DENGAN KAMU !
KENAPA ANARKI JALANAN
MESTI DITINDAS DENGAN ANARKI KEKUASAAN ?
APAKAH HUKUM TINGGAL MENJADI SYAIR LAGU DISCO ?
TANPA PANCAINDRA UNTUK FAKTA
TANPA KESADARAN UNTUK JIWA
TANPA JENDELA UNTUK CINTA KASIH
SAYUR MAYURLAH KAMU
DIBIUS PUPUK DAN INSEKTISIDA
KAMU HANYA BERMINAT MENGGEMUKKAN BADAN
TIDAK MAMPU BERGERAK MENGHAYATI CAKRAWALA
TERKESIMA
TERBENGONG
TERHIBA-HIBA
BERAKHIR MENJADI HIDANGAN PARA RAKSASA
O, AKAL SEHAT JAMAN INI
KERNA MENOLAK MENJADI EDAN
AKU MELAWAN KAMU !





Para hadirin yang terhormat
Perkenankanlah saya mengulang apa yang sudah saya ucapkan dalam beberapa wawancara dengan pers. Adalah kodrat manusia bahwa ia mengandung Daulat Alam dan Daulat Manusia di dalam dirinya. Kebudayaan yang kita warisi dari leluhur banyak merenungkan dan menghayati Daulat Alam di dalam kehidupan: kelahiran, kematian, perjodohan, nasib rezeki, penghayatan pancaindra, penghayatan badan dan penghayatan alam semesta.
Tetapi merenungkan Daulat Manusia tidak pernah tuntas. Daulat manusia terbatas sekali oleh sifat alam dalam dirinya. Terutama sekali terbatas oleh kelahirannya. Kalau lahir sebagai orang bawah, sebagai orang miskin, sebagai orang tanpa pendidikan, atau sebagai orang perempuan, sukar untuk meningkat keatas, karena tatanan masyarakat diatur seperti tatanan didalam alam: yang tikus tetap tikus, yang kucing tetap kucing, yang kambing tetap kambing, yang macan tetap macan. Hanya para jagoan saja yang bisa menerobos tatanan masyarakat yang seperti itu. Misalnya Ken Arok, si anak jadah dan kriminal jalanan yang akhirnya bisa menjadi raja itu; atau Gajah Mada, tukang pukul yang akhirnya bisa menjadi mahapatih; atau Untung Surapati, seorang hamba sahaya yang bisa meningkat menjadi pahlawan atau jagoan; atau Ir. Soekarno, seorang anak guru yang bisa menjadi Presiden Indonesia yang pertama; atau orang-orang melarat yang bisa menjadi konglomerat. Oh ya, akhirnya banyak juga jagoan-jagoan dalam berbagai bidang bisa muncul. Tetapi kejagoannyalah yang membuat ia mampu mendobrak tatanan hidup yang resmi, yang sebenarnya tidak banyak memberi hak kepada khalayak banyak untuk memperkembangkan Daulat Manusia mereka.
Para pemimpin bangsa kita, dari sejak zaman raja-raja dahulu kala, memang tidak pernah menaruh perhatian kepada pengembangan Daulat Manusia pada umumnya. Saat Aristoteles, filsuf Yunani (384-322SM) menulis buku "Politica", menerangkan hak rakyat untuk memilih pemimpin bangsanya, dan tidak membenarkan adanya tirani kekuasaan, para pemimpin bangsa kita masih hidup dalam kegelapan sejarah dan jelas tidak berminat pada filsafat. Dan pada waktu Raja John dari Inggris mengesahkan Undang-Undang yang disebut orang sebagai Magna Carta, yaitu tahun 1215, raja mengakui kejelasan hak-hak bangsawan bawahannya dan juga hak-hak rakyat yang harus ia hormati dan tak mungkin ia langgar.
Jawa pada saat itu berada dalam pemerintahan Tunggul Ametung yang sebentar lagi akan digantikan oleh Ken Arok. Kedua penguasa dari Jawa itu tak pernah memikirkan atau mengakui UU apapun. Sabda raja itulah UU bagi rakyat. Sebagaimana dalam alam bahwa yang kuat itu yang menang. Maka tatanan masyarakat leluhur kita itupun berlandaskan kenyataan bahwa yang kuat itu yang benar (might is right). Dan yang terkuat dalam di dalam masyarakat tentunya raja. Jadi sabda raja (dekrit raja atau Keppraj, yaitu keputusan raja) yang menjadi sumber kebenaran.
Tentu saja seorang raja Jawa tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang. Ia diharapkan untuk Ambeg Paramarta serta menghayati Hasta Brata. Tetapi bila ternyata raja tidak memenuhi harapan itu, dan kejam seperti Amangkurat Tegalarum atau menjijikkan seperti Amngkurat II, ya tidak ada sanksi apa-apa sebab ia kuat, ia raja.
Selanjutnya pada tahun 1295 Raja Edward dari Inggris memperbaiki hak-hak parlemen. Dia mengatakan bahwa hanya parlemen yang bisa mengubah hukum. Hal ini bersamaan dengan saat akhir pemerintahan Kertanegara dari Singasari dan munculnya Majapahit dibawah pimpinan Raden Wijaya. Kedua penguasa itu, boro-boro punya parlemen, punya kitab UU sebagai landasan pemerintahannya pun tidak. Sabda raja tetap unggul di atas segala-galanya. Hal itu bukan pertanda kebudayaan bangsa kita rendah. Lihatlah candi-candi yang indah, seni membuat keris, syair-syair dari Empu Kanwa, Empu Sedah, Empu Panuluh. Raffles mengagumi karya sastra leluhur kita. Waktu pulang ke Inggris, setelah selesai tugasnya di Jawa, ia membawa 30 ton benda sastra dan seni dari Jawa. Kemudian dengan rasa kagum ia laporkan dan dikupas dalam bukunya "The History of Java". Tetapi didalam kebudayaan Jawa yang tinggi itu, para pujangga dan para rajanya ternyata tak pernah sadar akan perlunya hak-hak konstitusional bagi rakyatnya, yang dilindungi oleh pelaksanaan UU yang berlaku. Di zaman pemerintahan Hayam Wuruk, menurut buku Negarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca, pada pupuh 73 digambarkan bahwa Hayam Wuruk bersifat adil dalam melaksanakan UU Agama, yang sebenarnya dituliskan dalam kitab yang berjudul Kutara Manawadharmasastra. Bahkan Demung Sora, seorang menterinya dihukum mati karena telah membunuh Mahisa Anabrang yang tak berdosa. Dengan begitu Demung Sora telah melanggar pasal Astadusta dari Kitab UU Kutara Manawadharmasastra itu. Namun begitu tidak tercantum di dalam Kitab UU itu hak rakyat untuk punya perwakilan dan ikut menentukan jalannya pemerintahan. Sementara itu di Inggris pada tahun 1649 Raja Charles I dihukum pancung karena dianggap melecehkan parlemen, dan untuk sementara Lord Cromwell diangkat menjadi pelindung parlemen dengan gelar Lord Protector pada tahun 1653. Itulah tahun-tahun berkuasanya Amangkurat I yang kejam, yang sibuk membina kekuasaan yang absolut dan pemerintahan yang ketat dan memusat, yang membuat kehidupan masyarakat menjadi sumpek dan akhirnya dibenci oleh rakyat. Dan waktu John Locke, filsuf dan sastrawan Inggris menulis dua esai tentang pemerintahan yang ideal, yang menghormati hak milik warganegara dan berkewajiban melindungi segala milik warganegara itu, di Mataram berkuasa Amangkurat II yang memerintah di Karta Sura dengan sewenang-wenang, sombong, kekanak-kanakan, pengecut dan keras kepala. Ia telah membunuh bapaknya Amangkurat I yang tengah sekarat di Tegalarum. Lalu mengkhianati sahabatnya Trunijoyo. Menggadaikan Semarang kepada VOC. Dan menyewakan tebang hutan dari beberapa wilayah kepada para cukong. Lalu para cukong menjual kayunya atau hak tebang hutannya pada VOC. (Saya teringat pada sistem HPH dewasa ini. Ternyata pelopornya adalah Amangkurat II dengan asprinya yang bernama Adipati Suranata). Ya, Amangkurat II inilah pelopor kebangkrutan Mataram, yang sebenarnya memang sudah salah membangun sejak rajanya yang pertama yaitu Panembahan Senopati. Sebab raja-raja pendahulu Dinasti Mataram ini salah mengira bahwa stabilitas negara itu adalah pemusatan kekuasaan.
Tetapi di Inggris, sejak zaman Ken Arok, Kertanegara atau Raden Wijaya, para penguasanya atau raja-rajanya mau mengakui daulat hukum disamping daulat raja, bahkan pada akhirnya, sejajar dengan zaman Majapahit, raja Inggris mau mengakui adanya daulat rakyat, ternyata negaranya terus stabil. Bukan berarti tanpa pergolakan. Wah, justru banyak pergolakan politik di sana. Tetapi kepastian hidup rakyat makin lama makin stabil. Dan ternyata dinasti raja-raja mereka tetap lestari bergengsi sampai zaman ini, sehingga negaranya bisa maju. Sebab kemajuan negara itu tidak mungkin diciptakan penguasa. Paling jauh penguasa itu hanya bisa menyeret bangsanya maju setahap saja, tetapi perkembangan bertahap-tahap seperti di Inggris (dari tahap pertanian ke tahap filsafat, perdagangan, ilmu pengetahuan, teknologi modern, industri dan kebudayaan cybernetic) hanyalah bisa dicapai dengan kemampuan rakyat yang selalu maju berkat dukungan daulat rakyat, yang dilindungi oleh daulat hukum. Tidak ada contohnya dalam sejarah dunia bahwa pemerintahan yang totaliter bisa memajukan bangsa dalam tahap-tahap perkembangan budaya. Di kala dipimpin oleh pemerintah yang totaliter, meskipun sudah mencapai teknologi tinggi, seperti Jepang, Korea dan Jerman, rupanya budaya filsafat, sosial dan ekonomi macet. Baru setelah daulat hukum dan daulat rakyat berlaku, maka ketiga negara itu bisa melewati berbagai tahap budaya dengan pesat, hingga kini harus diperhitungkan sebagai kekuatan yang ikut menentukan perkembangan budaya dunia.
Sebaliknya para raja Mataram yang maniak akan sentralisasi kekuasaan itu, tidak pernah bisa membawa kemajuan kepada rakyat Jawa. Dipandang dari segi kepentingan rakyat, raja-raja Mataram adalah raja-raja yang gagal. Tidak ada kharisma mereka, sehingga gagal menyatukan Jawa. Sebelum ada Mataram, menurut laporan orang Portugis Jono de Barros, orang Jawa itu angkuh, berani, berbahaya dan pendendam. Kalau tersinggung perasaannya sedikit saja, terutama kalau disentuh kepala atau dahinya, terus mengamuk membalas dendam. Seorang Portugis yang lain, Diego de Couto melaporkan bahwa ia mengagumi kecakapan berlayar orang-orang Jawa, bahasa Jawa yang selalu berkembang dan punya aksara sendiri, namun mereka begitu angkuh sehingga menganggap bangsa lain lebih rendah. Maka kalau orang Jawa lewat dijalan, dan melihat ada orang bangsa lain yang berdiri di onggokan tanah atau suatu tempat lain yang tinggi dari tanah tempat ia berjalan, apabila orang itu tidak segera turun dari tempat semacam itu, maka ia akan dibunuh oleh orang Jawa itu. Sebab ia tidak akan memperkenankan orang lain berdiri ditempat yang lebih tinggi. Juga orang Jawa tak akan mau menyunggi beban di atas kepalanya, biarpun ia diancam dengan ancaman maut. Mereka adalah pemberani dan penuh keyakinan diri dan hanya karena penghinaan kecil saja bisa melakukan amuk untuk balas dendam. Dan meskipun ia telah ditusuk-tusuk dengan tombak sampai tembus, mereka akan terus merangsek maju sehingga dekat kepada lawannya. Bagaimanapun ekstremnya gambaran itu, pada intinya orang-orang Jawa itu terlihat tangkas, berani, berstamina, dan percaya pada diri secara luar biasa. Dan nyatanya di zaman kerajaan Demak dan Banten, saat kedua laporan itu ditulis, orang-orang Jawa menguasai setiap jengkal dari tanahnya. Tak ada kekuatan asing yang bisa melecehkan kedaulatan tanah air mereka. Banten dan Demak bebas dari kekuasaan asing. Semarang dan Jepara menjadi tempat galangan kapal yang memprodusir kapal-kapal besar dan kecil dalam produktivitas yang tinggi. Arsitektur mengalami perkembangan yang besar. Atap Limasan, gandok, pringgitan dan pendopo joglo yang lebih besar diciptakan (sebelumnya pendopo itu kecil seperti gazebo). Orkestrasi gamelan berkembang karena diciptakannya gambang penerus, bonang penerus dsb. Variasi kendang-kendangpun bertambah. Lalu tembang-tembang Mocopat muncul sebagai eksperimen baru. Pertunjukan wayang kulit ditambah dengan kelir dan blencong. Santan dan minyak goreng ditemukan. Begitu pula krupuk, trasi dan penganan-penganan dari ketan bertambah variasinya. Masakan pepes dan kukus juga diketemukan. Lalu soga untuk pewarna kain batik, genting dari tanah liat, dan baju yang berlengan dan berkancing. Semua itu tentu saja merupakan pengaruh asing. Barangkali pengaruh dari Cina dan Campa. Tetapi daya adaptasi dan mencerna rakyat terhadap unsur-unsur baru sangat kreatif. Keunikan sastra suluk di zaman itu lebih lagi membuktikan kemampuan orang-orang Jawa untuk beradaptasi tanpa kehilangan diri, bahkan bisa unik. Mereka penuh harga diri dan pasti diri. Ini semua karena mereka merasa punya jaminan kepastian hidup. Dan kepastian hidup ada karena adanya daulat hukum yang tertera dalam kitab "Salokantara" dan "Jugul Muda" ialah kitab UU Demak yang punya landasan syari 'ah agama islam, yang mengakui bahwa semua manusia itu sama derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Raja-raja Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para wali. Raja-raja Demak berkuasa hanya selama 65 tahun. Tetapi mereka adalah pahlawan bangsa yang telah memperkenalkan daulat hukum kepada bangsanya, yang akan terus membekas sampai kepada Mohammad Syafei, HOS Cokroaminoto dan tokoh-tokoh pembela hak azazi manusia (HAM) dewasa ini. Sayang, begitu muncul Panembahan Senopati, rasa hormat pada daulat hukum itu dilecehkan. Sultan bergelar Sayidin Panatagama, dan terus sampai kepada seluruh keturunannya, kefanatikan terhadap kekuasaan raja yang mutlak dan sentralisasi kekuasaan itu dipertahankan. Rakyat disebut kawula (abdi) dan bukan warganegara. Hidup rakyat tidak pasti. Inisiatif mereka mulai terbatas. Banyak larangan untuk ini dan itu. Rakyat tak bisa mengontrol atau memberi tanggapan kepada kekuasaan. Maka daya hidup rakyat merosot. Yacob Couper, panglima tentara Belanda, menganggap daya tempur tentara Mataram sangat rendah. Sangat jauh dari deskripsi yang dilukiskan oleh Jono de Borros ataupun Diego de Couto. Sebenarnya saya sudah sering melukiskan perbedaan antara Mataram dan Demak ini berulang kali dalam wawancara-wawancara dengan pers. Tetapi sekarang, maafkanlah, perlu saya ulang lagi demi kejelasan argumentasi pembicaraan saya malam ini. Raja yang melecehkan daulat rakyat, akhirnya juga melecehkan daulatnya sendiri. Sebab daulat rakyatlah yang mendukung daulat raja. Sebagaimana daulat rakyat Inggris yang memungkinkan daulat raja Inggris bergema di seluruh dunia.
Dan menurunnya wibawa daulat rakyat Mataram juga menyebabkan daulat raja mereka semakin merosot. Sultan Agung tidak pernah bisa menjamah Batavia. Anaknya Amangkurat I lari terbirit-birit oleh pemberontakan Trunojoyo. Lalu pergi ke Tegal untuk mengemis perlindungan kepada VOC. Raja yang tidak mau berbagi kekuasaan dengan rakyat itu, malah mau berlindung dibawah ketiak orang asing yang bernama VOC. Belum sampai ke Tegal ia sudah sekarat. Dalam keadaan sekarat, ia diracun oleh anaknya yang punya sifat menjijikkan dipandang dari segi kemanusiaan yang beradab, yang kemudian menggantikannya dan bergelar Amangkurat II. Dan raja yang congkak, yang gila kekuasaan, si Amangkurat II ini suka berdandan seperti Belanda, secara diam-diam dileceh oleh Gubernur Cornelius Speelman sebagai "anak emas kompeni". Raja yang tambun ini menyebut Gubernur "Eyang" dan menyebut komandan militer lokal Belanda dengan sebutan "Romo". Lebih jauh lagi, nanti salah satu keturunannya yang bernama Paku Buwono II, ternyata telah melecehkan harga dirinya sendiri. Meskipun ia melecehkan daulat rakyat, ternyata ia tidak segan menulis perjanjian dengan Kompeni Belanda pada tahun 1749 yang bunyinya sebagai berikut: "Inilah surat perkara melepaskan serta menyerahkan terhadap keraton Mataram, dari kanjeng Susushunan Paku Buwana Senapati Panatagama, ialah dikarenakan oleh perintah Kanjeng Kumpeni yang agung itu, keratuan ini diserahkan kepada Kanjeng Tuwan Gupernur serta direktur di tanah Jawa Djohan Andrijas Baron Van Hogendorf. Hamba, Kanjeng Susuhunan Pakubuwana Senapati Hing Ngalaga Ngabdulrahman Sayidin Panatagama............" Begitu dan seterusnya ia tanpa malu-malu merendahkan dirinya dan mengangkat-angkat penguasa asing dengan cara yang berlebihan. Sungguh karikatural. Masa pemerintahan Kartasura dan Surakarta adalah masa yang sangat memalukan bagi sejarah Mataram dan sejarah orang Jawa. 

Kesenian yang dilahirkan adalah kesenian manis seperti permen. Penuh rasa haru tetapi tidak punya ketajaman olah pikiran. Ada seorang pujangga yang istimewa: ialah Raden Ronggowarsito yang muncul jauh setelah Mataram sirna. Tetapi ia tidak dihargai oleh para penguasa saat itu, meski sangat dicintai oleh rakyat kebanyakan. Ekonomi kacau. Utang kepada Kompeni menumpuk. Amangkurat II menggadaikan Semarang dan hutan-hutan. Pakubuwana II menggadaikan kerajaan. Sedangkan di Inggris, di masa yang sezaman dengan Amangkurat II, karena rakyat Inggris punya kedaulatan yang jelas, yang dilindungi UU, maka karena informasi mengenai jalannya ekonomi kerajaan Inggris bersifat transparan, dan kepastian hukum bisa bersifat vertikal, tidak horisontal, sehingga perencanaan dagang dan ekonomi bisa lebih aman diatur, maka pada tahun 1694 Bank of England sudah mulai didirikan. 
          Kekuatan dan bonafiditas perbankan suatu bangsa adalah bonafiditas kemampuannya membangun dan berencana. Kekuatan dan bonafiditas semacam itu hanyalah mampu dihasilkan oleh daulat rakyat yang kuat dan terus dibina.Tujuan dari pidato saya ini adalah untuk secara jujur melakukan instropeksi budaya. Negara kita akhirnya sudah merdeka, tetapi kenapa bangsa Indonesia masih belum juga sepenuhnya bisa merdeka? Bukankah tanpa hak hukum yang bisa berfungsi vertikal suatu bangsa tidak bisa benar-benar merdeka. 
 

Sejarah menunjukkan lubang-lubang dari daya pertahanan kita sebagai suatu bangsa sebagaimana nampak dalam sejarah Mataram. Namun ada juga kenyataan bisa punya harapan apabila menilik kepada sejarah Demak.
Hadirin sekalian.
KESADARAN ADALAH MATAHARI
KESABARAN ADALAH BUMI
KEBERANIAN MENJADI CAKRAWALA
DAN
PERJUANGAN
ADALAH PELAKSANAAN KATA-KATA












KETERANGAN :
"
Salam sejahtera,
Bersama ini saya kirimkan naskah pidato Megatruh Rendra seperti yang diminta oleh salah satu pecinta forum "apa kabar". Pidato tersebut saya ambil dari Harian Bernas hari Senin tanggal 17 November 1997 halaman 16. Semoga bermanfaat. File tersebut berbentuk teks file.
Sebenarnya banyak catatan yang bisa melengkapi pidato tersebut terutama dari sejarah Mataram Islam (untuk membedakan dengan Mataram kuno yang biasa disebut Mataram Hindu), misalnya: Pujangga besar Raden Ronggowarsito, menurut kabar tak resmi, mati minum racun karena perintah Raja. Bukti tersebut ada pada salah satu syairnya yang tepat menunjuk hari kematiannya.




faisal zulmi