19 Oktober 2009






Senin, 19 Oktober 2009 | 03:34 WIB

Barangkali tidak ada Yahudi yang membuat sewot Israel selama 60 tahun terakhir, kecuali Yahudi asal Afrika Selatan, Richard Goldstone. Dia memimpin tim pencari fakta PBB soal serangan Israel di Jalur Gaza, 27 Desember 2008-18 Januari 2009. Tim itu menuduh Israel melakukan kejahatan perang.

Perang tersebut menewaskan 1.400 warga Palestina dan mencederai 5.000 lebih warga.

Hasil laporan tim pimpinan Goldstone itu membuat Israel, Palestina, dan bahkan masyarakat internasional terperangah antara mengutuk dan memuji.

Goldstone adalah hakim berkulit pulit asal Afrika Selatan berdarah Yahudi yang lahir pada 26 Oktober 1938. Ia memiliki seorang istri, dua anak perempuan, serta lima cucu. Dia meraih gelar sarjana hukum dengan nilai istimewa dari Universitas Witwatersrand, Johannesburg, tahun 1962.

Goldstone memulai karier sebagai pengacara di Afrika Selatan dan ditunjuk sebagai hakim agung pada Mahkamah Agung di era pemerintah apartheid. Ia memimpin penyidikan kekerasan politik pemerintah apartheid.

Saat menjabat sebagai Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela juga menunjuk Goldstone sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi, 1994-2003. Goldstone juga dipercaya menjadi anggota tim penyusunan konstitusi baru Afrika Selatan pada masa itu. Dia pernah memimpin komite pelaksana peralihan kekuasaan dari pemerintah apartheid ke demokrasi dan meluncurkan undang-undang yang melemahkan pemerintah apartheid.

Ia kini tercatat sebagai Ketua Lembaga Nasional Pencegahan Kejahatan dan Program Rehabilitasi Pelaku Kriminal. Goldstone juga memimpin Dewan HAM Afrika Selatan dan memimpin dalam 25 tahun terakhir ini lembaga persahabatan Universitas Hebrew di Afrika Selatan.

Di luar Afrika Selatan, Goldstone dipercaya sebagai jaksa Mahkamah Internasional yang bertugas melakukan penyidikan soal kejahatan perang di Yugoslavia dan Rwanda dari tahun 1994 hingga 1996. Ia juga anggota komite internasional yang dibentuk Pemerintah Argentina untuk menyelidiki aktivitas Nazi di Argentina pada 1938. Sejak 1999 hingga 2001, Goldstone memimpin tim penyidik internasional di Kosovo.

Pada tahun 2004, Sekjen PBB Kofi Annan menunjuk Goldstone memimpin proses penyidikan kasus korupsi berkaitan dengan program minyak dengan bantuan pangan di Irak pada era Saddam Hussein. Goldstone dikenal rajin menulis artikel tentang hukum internasional di berbagai media dan jurnal internasional. Ia pernah menjadi profesor tamu di Universitas Harvard dan New York.

Ancaman pembunuhan

Tugas paling sulit adalah ketika dia ditunjuk memimpin tim pencari fakta di Jalur Gaza. Kisahnya, pada 12 Januari 2009, Dewan HAM PBB mengeluarkan resolusi mengutuk agresi Israel di Jalur Gaza.

Israel dituduh melakukan kejahatan perang di Jalur Gaza.

Resolusi itu menginstruksikan pembentukan tim pencari fakta soal pelanggaran Israel. Hal ini didukung 33 negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin; 13 negara Eropa abstain; dan satu negara (Kanada) menolak.

Pada 3 April 2009, Goldstone ditunjuk memimpin tim pencari fakta di Jalur Gaza itu.

Goldstone terkejut dan berat hati ketika dipercaya memimpin tim pencari fakta. Kepada wartawan di Geneva saat itu, dia mengatakan, tim yang dipimpinnya akan mengevaluasi semua pelanggaran hak asasi manusia di Israel dan Jalur Gaza.

Israel menolak bekerja sama dengan tim Goldstone meski ia seorang Yahudi dan salah satu putrinya tinggal lama di Israel. Goldstone sering berkunjung ke Israel.

Penolakan Israel membuat tim Goldstone memasuki Jalur Gaza lewat Mesir. Goldstone dan timnya masuk Jalur Gaza dua kali, yakni pada 30 Mei-6 Juni 2009, dan 25 Juni-1 Juli 2009.

Goldstone menggelar beberapa pertemuan dengan korban agresi Israel dan bertemu pakar Palestina untuk menanyakan dampak kejiwaan dan sosial akibat agresi Israel itu. Goldstone juga melihat wajah dan mendengar langsung suara korban.

”Ini penting karena tidak cukup hanya membaca cerita dan statistik. Saya ingin melihat langsung dampak kejiwaan pada anak-anak. Saya juga ingin melakukan itu untuk di Israel Selatan akibat serangan roket Palestina,” ungkap Goldstone.

Sekembali dari Jalur Gaza, Goldstone menyatakan terkejut melihat kehancuran dan penderitaan warga Palestina.

Di Israel, Goldstone dicegah mengadakan pertemuan dengan siapa pun. Akhirnya, Goldstone menggelar pertemuan di Geneva pada 6 Juli 2009, dengan sejumlah warga Israel yang menderita akibat tembakan roket Hamas dari Jalur Gaza.

Pejabat urusan penerangan UNRWA (Badan Bantuan Sosial dan Pekerja PBB) di wilayah Palestina, Adnan Abu Hasanah, melukiskan, Goldstone adalah sosok yang tenang, bersih, disiplin dan profesional, serta dihormati, termasuk oleh para korban maupun tamu. Abu Hasanah bertemu dua kali dengan Goldstone di Jalur Gaza. Ia menyebut Goldstone sangat teliti dan selalu mencari hal-hal detail.

Nicole, salah seorang putri Goldstone yang pernah hidup di Israel, mengungkapkan, ayahnya telah meringankan tuduhan yang diusung tim pencari fakta terhadap Israel.

”Kalau tidak ada ayah, niscaya laporan tim pencari fakta itu lebih keras dan berbahaya,” ungkap Nicole Goldstone dalam wawancara dengan Radio militer Israel.

Seperti dimaklumi, Goldstone mendapat kecaman keras di Israel. Seorang ekstremis Yahudi mengancam akan membunuhnya. Nicole mengatakan, Goldstone menerima memimpin tim pencari fakta itu dengan tujuan bisa membantu mewujudkan perdamaian di Timur Tengah.

fz

Tidak ada komentar: